The Hunters: Pemburu dalam Kegelapan
Pemburu beraksi. Ke luar dari rumah, naik ke jeep, menuju hutan. Menyandang senapan, berseragam mirip tentara kalap, muka penuh semangat untuk membunuh. Untuk nanti membawa hewan hewan yang siap dipanggang di atas perapian di dalam rumah di ruang keluarga. Dan seluruh manusia di dalam rumah bersorak dengan girang.
'Ayah hebat. Besok lagi ya!' seru si anak.
'Kenapa menjangan Yah? Harusnya macan sekalian.' protes sang istri.
'Ah sialan si Bos. Aku harus membuntutinya terus. Bosan aku diajak berburu.' keluh Karmin sang asisten pribadi.
Mobil menderu. Karmin dan sang Bos meluncur cepat. Bak meteor yang akan menyerang bumi. Meledakkannya untuk menghancurkan peradaban manusia. Mendadak mobil berhenti. Dan berbalik. Memutar dengan roda roda yang memercikkan tanah kering dan kerikil.
'Kenapa balik Bos?' tanya Karmin.
'Dasar kamu bodoh. Perlengkapan kita tertinggal. Cuma senapan yang kita bawa. Apa kita mau kelaparan di hutan sana!' bentak si Bos.
'Maaf Bos. Saya lupa.' Alasan si Karmin, tapi sejatinya di dalam hati ia tertawa puas.
Anak dan Bunda masih terlelap di atas kasur. Ini masih subuh hari. Belumlah pukul empat pagi. Si Bos terlalu terburu buru ingin memuaskan hasrat berburunya. Naluri membunuh binatang. Karena jika sampai matahari terbit, seluruh penghuni hutan mengendus keberadaan sang pemburu, si Bos. Dan itu akan memukul balik. Kehidupan si Bos terancam karena para binatang ganas bersatu untuk melumpuhkan juragan itu.
Masakan belum siap. Penguasa dapur tampak membetulkan posisi bantal dalam tidurnya. Pintu kamar tidur terbuka sedikit. Dan si Anak menggelendot bundanya berharap kasih sayang ia dapat utuh. Tak berbagi. Biarpun dengan sang Ayah.
Si Bos membuka lemari es. Roti tawar, mentega, dan meses. Cukup buat disantap di dalam hutan sebagai sarapan. Ah, si Karmin menunggu si Bos di dalam mobil. Tak jelas kali ini siapa yang pembantu dan sang empunya rumah. Karena kondisi tidak biasa.
Perlengkapan makan sudah siap.
Mobil yang membawa Bos dan Karmin meraung. Tak begitu keras. Ke hutan. Tak berharap matahari mendahului mereka.
'Ayah hebat. Besok lagi ya!' seru si anak.
'Kenapa menjangan Yah? Harusnya macan sekalian.' protes sang istri.
'Ah sialan si Bos. Aku harus membuntutinya terus. Bosan aku diajak berburu.' keluh Karmin sang asisten pribadi.
Mobil menderu. Karmin dan sang Bos meluncur cepat. Bak meteor yang akan menyerang bumi. Meledakkannya untuk menghancurkan peradaban manusia. Mendadak mobil berhenti. Dan berbalik. Memutar dengan roda roda yang memercikkan tanah kering dan kerikil.
'Kenapa balik Bos?' tanya Karmin.
'Dasar kamu bodoh. Perlengkapan kita tertinggal. Cuma senapan yang kita bawa. Apa kita mau kelaparan di hutan sana!' bentak si Bos.
'Maaf Bos. Saya lupa.' Alasan si Karmin, tapi sejatinya di dalam hati ia tertawa puas.
Anak dan Bunda masih terlelap di atas kasur. Ini masih subuh hari. Belumlah pukul empat pagi. Si Bos terlalu terburu buru ingin memuaskan hasrat berburunya. Naluri membunuh binatang. Karena jika sampai matahari terbit, seluruh penghuni hutan mengendus keberadaan sang pemburu, si Bos. Dan itu akan memukul balik. Kehidupan si Bos terancam karena para binatang ganas bersatu untuk melumpuhkan juragan itu.
Masakan belum siap. Penguasa dapur tampak membetulkan posisi bantal dalam tidurnya. Pintu kamar tidur terbuka sedikit. Dan si Anak menggelendot bundanya berharap kasih sayang ia dapat utuh. Tak berbagi. Biarpun dengan sang Ayah.
Si Bos membuka lemari es. Roti tawar, mentega, dan meses. Cukup buat disantap di dalam hutan sebagai sarapan. Ah, si Karmin menunggu si Bos di dalam mobil. Tak jelas kali ini siapa yang pembantu dan sang empunya rumah. Karena kondisi tidak biasa.
Perlengkapan makan sudah siap.
Mobil yang membawa Bos dan Karmin meraung. Tak begitu keras. Ke hutan. Tak berharap matahari mendahului mereka.
Post a Comment