A Blue Feeling In the Morning
Tuntas kumengungkapkan. Perasaan yang beberapa minggu menggangguku. Membuatku jatuh sakit, terbayang terus olehnya. Takut jika ia bersama dengan yang lain. Memadu kasih, dan melupakan diriku. Kalut, dan sekarang termuntahkan juga oleh bibirku. Meski dengan pernyataan yang tak langsung, tapi kusudah puas menunjukkan siapa diriku.
Satu jam setengah kummempersiapkan diri. Sebelum kata itu meluncur. Di kamar, menunggu dirinya, menata kata kata yang hendak disampaikan. Dan itu terlampau berat, untuk ukuran diriku yang tak fasih berucap. Aku lebih suka menulis, menceritakan kebesaran dirinya di dalam buku. Tak sukalah diriku untuk terlalu gombal bercerita ini dan itu. Melalui bibir. Sudahlah, sekarang telah terjadi. Menjadi bahan perbincangan dalam hati, untuk diketahui sejauh mana hatiku berperan. Yang telah membeku selama aku hidup hingga sekarang.
Kuanggap dirimu sebagai adikku, itu yang selanjutnya muncul setelah kuhaturkan 'aku suka kamu'. Tak kuat aku untuk menjadikan dia pasangan hidupku. Dia terlampau baik. Jauh melebihi diriku yang penuh dengan kealpaan di sana sini. Itu lebih baik, sebagai keluarga akan selamanya. Dibanding harus bergulat dengan tempelan 'kekasih'. Kumenggeser pemikiran untuk lebih memaknai dirinya sebagai adik. Takut ia masuk ke dalam khayalanku dan menjadikannya objek pemuas imajinasiku. Dan itu tak bolehlah terjadi pada dirinya, juga diriku.
Ah, kisah yang telah berlalu. Untuk dikenang sebagai keindahan yang pernah diriku terima.
Satu jam setengah kummempersiapkan diri. Sebelum kata itu meluncur. Di kamar, menunggu dirinya, menata kata kata yang hendak disampaikan. Dan itu terlampau berat, untuk ukuran diriku yang tak fasih berucap. Aku lebih suka menulis, menceritakan kebesaran dirinya di dalam buku. Tak sukalah diriku untuk terlalu gombal bercerita ini dan itu. Melalui bibir. Sudahlah, sekarang telah terjadi. Menjadi bahan perbincangan dalam hati, untuk diketahui sejauh mana hatiku berperan. Yang telah membeku selama aku hidup hingga sekarang.
Kuanggap dirimu sebagai adikku, itu yang selanjutnya muncul setelah kuhaturkan 'aku suka kamu'. Tak kuat aku untuk menjadikan dia pasangan hidupku. Dia terlampau baik. Jauh melebihi diriku yang penuh dengan kealpaan di sana sini. Itu lebih baik, sebagai keluarga akan selamanya. Dibanding harus bergulat dengan tempelan 'kekasih'. Kumenggeser pemikiran untuk lebih memaknai dirinya sebagai adik. Takut ia masuk ke dalam khayalanku dan menjadikannya objek pemuas imajinasiku. Dan itu tak bolehlah terjadi pada dirinya, juga diriku.
Ah, kisah yang telah berlalu. Untuk dikenang sebagai keindahan yang pernah diriku terima.
Post a Comment