APAKAH EVA INI yang IA MAKSUD?
Teman
saya mengaku dirinya gila pada sebuah sosok Eva. Sesadar sadarnya, ia
menulis dari hari ke hari tentang Eva. Kadang ia meratapi kepergian Eva
ke negeri seberang, bercerita seperti ia pernah bersenggama, bahkan nyaris bunuh diri menyayat nadi di depan seorang bapak mabuk akibat kalah judi.
Tak perlu saya menyebut siapa gerangan nama asli teman saya penggemar Eva. Unik orangnya dalam topi padahal hari tidak panas atau beku, jalannya berjingkat mirip Charlie Chaplin, dan jika berkata kata gagu. Eva, Eva, dan Eva terus ada di tulisannya.
***
Bukan saya mengolok olok dia. Tapi, kami di ruangan ini, saya dan teman teman ronda kampung, bertanya tanya siapa Eva sebenarnya. Kami tidak menggubris isi tulisannya. Tidak penting di saat harga bawang masih mahal begini dan mending tidur ngorok. Eva, siapakah dia?
Seorang dari kami berkelakar jika Eva ialah Eva Arnaz si bintang film berjuluk bom seks tahun 80an dengan ciri khasnya ketek lebat yang pada zaman itu dikatakan seksi. Namun anggapan itu salah karena si Pemuja Eva lahir 90an jadi ia masih balita saat Eva Arnaz laku keras di blantika sinema tanah air.
Atau, salah lainnya menerka nerka jika Eva ialah Erva. Tidak mungkin! Lelaki bertopi lucu penggemar Eva itu tak akan mau dihajar FPI karena menyukai kaumnya sendiri. Lalu, siapa Eva itu? Si bocah cilik penabuh drum pada marching band TK yang pernah saya temui ia sedang pentas bersama rekan rekan ciliknya? Jika benar itu terjadi, alangkah laknat si penyuka Eva teman saya itu.
'Mas Danie, dia pengin ketemu sama Maria Eva?' ucap si Ramli sembari memasukkan singkong rebus ke mulutnya.
Angin malam masuk ke sarung kami di antara bantingan kartu remi kami yang memendar ditimpa neon. Laron laron tak seberapa jumlahnya berputar putar menandakan mereka menghibur dan ikut dalam ronda kami.
'Maria Eva penyanyi dangdut geboi itu?' tanya saya.
Ramli mengangguk namun saya tak percaya karena teman saya lulusan UIN jurusan tafsir Quran yang suka bersastra.
Ia mabuk buku sepertinya, batin saya. Dari perilakunya ke mana mana menenteng buku bisa dipastikan ia tengah menumpahkan kata kata yang berjejalan di otaknya berwujud pujian terhadap tokoh Eva yang fiksi.
'Biarkan saja, Mas Danie.' tambah Bejo sang penjual wig. 'Dia akan diam kalau Evanya lompat ke kali dari atas jembatan!'
Arggh ... semoga Eva dan pemujanya selamat tanpa ada raung ambulans dan mobil polisi yang menjemput mereka dalam label RIP.
Tak perlu saya menyebut siapa gerangan nama asli teman saya penggemar Eva. Unik orangnya dalam topi padahal hari tidak panas atau beku, jalannya berjingkat mirip Charlie Chaplin, dan jika berkata kata gagu. Eva, Eva, dan Eva terus ada di tulisannya.
***
Bukan saya mengolok olok dia. Tapi, kami di ruangan ini, saya dan teman teman ronda kampung, bertanya tanya siapa Eva sebenarnya. Kami tidak menggubris isi tulisannya. Tidak penting di saat harga bawang masih mahal begini dan mending tidur ngorok. Eva, siapakah dia?
Seorang dari kami berkelakar jika Eva ialah Eva Arnaz si bintang film berjuluk bom seks tahun 80an dengan ciri khasnya ketek lebat yang pada zaman itu dikatakan seksi. Namun anggapan itu salah karena si Pemuja Eva lahir 90an jadi ia masih balita saat Eva Arnaz laku keras di blantika sinema tanah air.
Atau, salah lainnya menerka nerka jika Eva ialah Erva. Tidak mungkin! Lelaki bertopi lucu penggemar Eva itu tak akan mau dihajar FPI karena menyukai kaumnya sendiri. Lalu, siapa Eva itu? Si bocah cilik penabuh drum pada marching band TK yang pernah saya temui ia sedang pentas bersama rekan rekan ciliknya? Jika benar itu terjadi, alangkah laknat si penyuka Eva teman saya itu.
'Mas Danie, dia pengin ketemu sama Maria Eva?' ucap si Ramli sembari memasukkan singkong rebus ke mulutnya.
Angin malam masuk ke sarung kami di antara bantingan kartu remi kami yang memendar ditimpa neon. Laron laron tak seberapa jumlahnya berputar putar menandakan mereka menghibur dan ikut dalam ronda kami.
'Maria Eva penyanyi dangdut geboi itu?' tanya saya.
Ramli mengangguk namun saya tak percaya karena teman saya lulusan UIN jurusan tafsir Quran yang suka bersastra.
Ia mabuk buku sepertinya, batin saya. Dari perilakunya ke mana mana menenteng buku bisa dipastikan ia tengah menumpahkan kata kata yang berjejalan di otaknya berwujud pujian terhadap tokoh Eva yang fiksi.
'Biarkan saja, Mas Danie.' tambah Bejo sang penjual wig. 'Dia akan diam kalau Evanya lompat ke kali dari atas jembatan!'
Arggh ... semoga Eva dan pemujanya selamat tanpa ada raung ambulans dan mobil polisi yang menjemput mereka dalam label RIP.
Post a Comment