Strategi Pemasaran #1: [Bocoran dari Penerbit M] Memasang Spanduk, Banner, atau Katabelece lain
Masyarakat kita adalah masyarakat yang manja. Setuju atau tidak setuju memang kenyataannya seperti itu. Sama halnya dengan dunia buku, secara penulis berpengalaman militan di Penerbit M, usaha jual beli barang juga dituntut memanjakan pelanggan.
Mari kita lihat. Buku Bestseller A Thousand Splendid Suns karya Khaled Hosseini, penuh rumbai rumbai, aksesoris ganjil nan berkelip kelip. Editor bukannya bodoh menampilkan gaya seperti itu. Memang saya dituntut menjual produk, sang editor beralasan. Logo bestseller tingkat dunia fana, terjual jutaan kopi susu, diterjemahkan ke dalam seluruh bahasa di dunia bahkan bahasa semut sekalipun, adalah strategi pemasaran paling ideal dalam menjual buku. Untuk saat ini. Sementara. Demi kenyamanan dan kemanjaan pembaca.
'Masalah kualitas dan nilai seni, pelan pelan kita arahkan. Masyarakat kita tidak menyukai hal frontal. Pamali.' bocor sang mantan editor.
Bagaimana dengan dunia usaha?
Sama tingkat kelakuannya. Meski ada hal hal yang dapat saling menutupi. Ambil contoh memasang spanduk. Pembeli tidak terbiasa mendongak untuk sekadar membaca teks. Melelahkan, para pelanggan berujar. Jika kita membayangkan rak rak buku di Gramedia, tentu lebih enak dan tidak ribet memandang buku sejajar mata kita. Begitu pula spanduk. Calon pembeli akan dengan cepat mengakrabkan diri mereka dengan produk kita, jika spanduk bermodel berdiri di atas tanah.
Selamat berusaha.
Mari kita lihat. Buku Bestseller A Thousand Splendid Suns karya Khaled Hosseini, penuh rumbai rumbai, aksesoris ganjil nan berkelip kelip. Editor bukannya bodoh menampilkan gaya seperti itu. Memang saya dituntut menjual produk, sang editor beralasan. Logo bestseller tingkat dunia fana, terjual jutaan kopi susu, diterjemahkan ke dalam seluruh bahasa di dunia bahkan bahasa semut sekalipun, adalah strategi pemasaran paling ideal dalam menjual buku. Untuk saat ini. Sementara. Demi kenyamanan dan kemanjaan pembaca.
'Masalah kualitas dan nilai seni, pelan pelan kita arahkan. Masyarakat kita tidak menyukai hal frontal. Pamali.' bocor sang mantan editor.
Bagaimana dengan dunia usaha?
Sama tingkat kelakuannya. Meski ada hal hal yang dapat saling menutupi. Ambil contoh memasang spanduk. Pembeli tidak terbiasa mendongak untuk sekadar membaca teks. Melelahkan, para pelanggan berujar. Jika kita membayangkan rak rak buku di Gramedia, tentu lebih enak dan tidak ribet memandang buku sejajar mata kita. Begitu pula spanduk. Calon pembeli akan dengan cepat mengakrabkan diri mereka dengan produk kita, jika spanduk bermodel berdiri di atas tanah.
Selamat berusaha.
Post a Comment