Perubahan, bukan Melanjutkan. Menyongsong Pemerintahan Baru yang tidak Peragu
Apakah kita akan memilih ia yang peragu? Terlalu lama memutuskan, menimbang terlalu matang, dan selanjutnya terperangah jika lawan telah meninggalkan jauh di muka. Perubahan adalah jalan keluar, bukan melanjutkan.
Jika kita mendengar 'Pemerintah berganti, kebijakan berubah juga.' Tak sepenuhnya benar. Jika tawaran perubahan dirasa menjajikan, kenapa tidak kita ambil. Tak perlu takut, ambillah risiko, serta merta kita akan menyesuaikan. Asal jangan mengikuti ia yang selalu ragu.
Lanjutkan! Apakah slogan itu benar? Melanjutkan kebaikan yang dipolitisir? Lalu kekurangan tak pernah disampaikan apakah adil. Masih banyak PR yang belum diselesaikan, serahkan kepada yang trengginas dan penuh nyawa.
Perubahan adalah harga mutlak bagi kemajuan bangsa. Bukan melanjutkan.
Jika kita mendengar 'Pemerintah berganti, kebijakan berubah juga.' Tak sepenuhnya benar. Jika tawaran perubahan dirasa menjajikan, kenapa tidak kita ambil. Tak perlu takut, ambillah risiko, serta merta kita akan menyesuaikan. Asal jangan mengikuti ia yang selalu ragu.
Lanjutkan! Apakah slogan itu benar? Melanjutkan kebaikan yang dipolitisir? Lalu kekurangan tak pernah disampaikan apakah adil. Masih banyak PR yang belum diselesaikan, serahkan kepada yang trengginas dan penuh nyawa.
Perubahan adalah harga mutlak bagi kemajuan bangsa. Bukan melanjutkan.
Sindiran gak mutu yang terjadi beberapa hari lalu di preskon, harusnya bisa membuat masyarakat menjadi awas pada sosok itu. Bahwa semakin jelas bahwa ia adalah bukan sosok pemimpin yang baik untuk Indonesia. Meskipun cerai dan mengusung dia dan pasangan barunya adalah bukan yang peragu, tapi rasa sakit akibat masa lalu, rasanya masih membekas jelas di masyarakat.
BalasHapusSmoga pemerintahan setelah pemilu ini, akan benar-benar bisa merepresentasikan Indonesia di mata dunia dan bisa membuat warga negaranya bisa merasakan apa itu arti kesejahteraan.
Mari melompat lebih jauh. Mari bertarung dengan ksatria. Dan kita akan berjaya. Selamanya untuk Nusantara kita. Pantarei!
BalasHapusbaru saja saya melihat berita klarifikasi dari Bali, tidak ada tanggapan khusus mengenai seseorang yang sebentar lagi berpisah dengannya--yang telah berkomentar bernada sindiran yang terlalu terang-terangan.
BalasHapuslagi-lagi dengan penuh kepedean sudah bersombong diri di atas kemunafikan. jelas-jelas kemarin saja sudah kalah pada putaran pertama. apalagi yang paling memalukan adalah dia adalah salah satu yang memberi usul dalam rancangan aturan pemilu. tapi nyatanya, suara untuk partainya saja tidak sampai 15%..
lalu orang yang ia sindir, tetap tenang dan bertutur sangat sistematis dan juga meyakinkan--tanpa perlu pula ia menjelek-jelekkan orang lain dalam setiap bicaranya.
SALUT!!!
Oke oke contrenglah muka SBY.
BalasHapusAku memilih JK.
Adil bukan. He6
Apabila Bapak JusufKalla Jr. ada waktu senggang, mohon diluangkan untuk membaca tulisan di blog ini: http://blog.tempointeraktif.com/nasional/dulu-penumpang-gelap-sekarang-akrab/
BalasHapusMohon maaf, kalo tulisan di blog tersebut rada nyentil di telinga njenengan yang ngefans ke Pak JK. Tapi, itulah kenyataannya...
Di, aku tak sependat dengan blog yang kau sebut.
BalasHapusYa opiniku adalah pendapatku. Tempo juga berhak punya pendapat.
Aku tidak merasa tersentil.
Kalau menurutku, politik ya begitu. Dinamis, kalau tidak mau disebut culas. Aku ga mau nyebut karakter A atau B buruk atau baik. Yang aku analisis adalah proses. Cos life is never flat.
Jadi jika ulah politisi begitu, cara berpikirku aku set jga jd politikus hitam. Mereka pinter, kita harus lebih pinter.
Jadi tidak masalah tentang lawan kawan. Coz this' a big show. Menurutku sih.
Sebut aja culas, gak usah diperhalus...
BalasHapusKarena, "Dunia politik dunia bintang. Dunia pesta pora para binatang...." (AsikGakAsik-IwanFals)
Ya elah. Apatis gitu.
BalasHapusYa wis gapapa. Aku sik semangat.
Penting aku yakin kalau politik Indonesia akan mapan.
Mapan turu, mapan sega. Mbuh.
Jangankan saya yang pendidikannya ecek-ecek, apatis.
BalasHapusBeliau2 yang bergelar guru besar saja meragukan tingkah polah politisi bangsa Endonesia kita ini: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/04/04383948/politisi.belum.jadi..negarawan
Aku tetap optimis masih ada harapan menuju perubahan.
BalasHapusJika seorang guru besar saja tidak optimis, patut diragukan keabsahan guru besarnya.
Profesor harus cari cara mendorong manusia bergelar rendahan maju. Bukan menulis lalu membuat pembaca ngeper. So?
Mungkin sama halnya dengan pendapat Anda, Saya, atau BlogTempo, para guru besar tersebut hanya memberikan penilaian (sekadar berpendapat) mengenai kondisi Endonesia saat ini, bukan berarti pesimis dan tidak punya harapan sama sekali.
BalasHapusAku yakin, mereka pun optimis dengan bekerja (mengajar) mempersiapkan generasi politisi2 yang lebih baik dan berkualitas. Semoga!
Aku pun optimis, tapi optimis dengan satu catatan...
Optimis ada perubahan kalo yang memimpin adalah pemimpin yang punya trackrecord bersih, bisa ngemong, punya daya gembala (kata Cak Nun) yang baik...
Ya si Gus Dur engga maju jadi capres. Keenakan jadi mantan presiden.
BalasHapusKalo dia nyalon di Yupa Yupi Barber Shop ya aku layani tantangan diah.
Yang pasti pasti aja sekarang mah.
Busuk harum penuh noda atau bergelimang dollar ya punya kita.
Jadi hayuk makan nasi liwet di solo. Minum es dawet ayu di Bandung. Mari yuk berkarya
BalasHapusNdy, beneran ga mulai tahun ini sekolah gratis?
Nek awakmu beralih membahas Gus yang Dur itu, aku wis mentok, gak gelem wenehi comment... Prei.... Sesama pencinta GusDur dilarang saling mendahului....
BalasHapusKalo tokoh yang punya background bagus dan bersih, kenapa musti disandingkan dengan yang busuk, penuh noda, dan intrik licik...??? Masih banyak tokoh Endonesia yang lebih bagus...
BalasHapusAku sigh setuju wae karo Mr. JK, asal beliau tidak bersanding dengan orang macam SuWarSuWir yang dididik SuhartoKiwarKiwir...
Jangan menyerah dengan mengunyah mentah2 kebusukan, mending dipilah-pilah dulu, karena masih teramat banyak yang bersih dan segar...
Aku mau berkarya dengan cara yang bersih Om..
BalasHapusSeperti halnya seorang Bapak -kepala keluarga- yang mencari nafkah untuk anak istrinya, haruslah memberikan rezeki yang bersih dan halal...
Bapak bangsa -kepala negara- kita harus punya prinsip seperti itu, agar anak bangsanya tidak tercemar oleh kebusukan yang berlarut...
@ Adi, Adi, dan Adi: Oke Di. Aku sampaikan ke Caleg Partai Gerinda yah. Maksudé?
BalasHapus@alpha: sekolah gratis ki nang Kahyangan. La wong iklan pesenan ko digatek. Ha6.
BalasHapusMakanya aku nanya kepadamu selaku sesepuh dunia paranormal, bener ga iklan itu. Ternyata bener ya. Asik dah.
Nek bener, kepala sik plontos di iklan tu, jadi kribo.
BalasHapusJelas pengalihan masalah. Dan penarik massa buat kampanye Pilpres. Dasar payah tu capres.
BalasHapusIya ya, mending si plontos itu jadi bintang iklan bakso saja ya. Biar laris manis, berhimpun dana kampanye.
Maksud kepala dia kau masukkan ke kuah panas? Olala, bakso khas Ranto ya?
BalasHapus
BalasHapusBukan, itu bakso ala Purwowedi. Dijamin makcrot.
Makanan melulu. Adiwiyono ga diurus. Piye Di. Sori ana bajak laut. Go Tebu Ireng!
BalasHapus
BalasHapusTebu Ireng tuh di Jatim ya? Kalo ponpes yang kesohor di Jateng apa Ndy, aku taunya Al-Mukmin Ngruki.... Kau alumni ponpes apa ya, kok sepertinya alim benar....
Aku?
BalasHapusEhm
Pondok Adem Ayem Spesial Masakan Laut. Ke laut aja deh