Romantisme di Halte Alun alun Bandung
Romantisme di teduh halte. Bulir hujan menggoda menitik wajahku. Awan mendung tenggelam, namun ia tersenyum. Menyambutku meski sel sel kanker menggerogoti jiwaku. Bersama lambaian ibu memohon bus tetap. Juga para penjaja cicipan penahan lemas. Bandung, masjid raya kuharap terus ada.
Tertawa, Dewa hujan kencing dalam volume tinggi. Badanku jekut menahan dingin. Tak sama dengan supir angkut yang berasyik masyuk di dalam tawa penumpang. Menunggu kematian, kutinggikan semangat untuk hidup.
Mengapa aku harus mengeluh? Jiwa jiwa tulus terpampang jelas di muka. Seringgit ronta perut terhenti. Aku ingin bintang? Rasakan dulu bumi. Besar, tahu kecil.
Sialan. Bus kota yang kutunggu lewat. Lari lari kencang menyobekkan rokku.
Tertawa, Dewa hujan kencing dalam volume tinggi. Badanku jekut menahan dingin. Tak sama dengan supir angkut yang berasyik masyuk di dalam tawa penumpang. Menunggu kematian, kutinggikan semangat untuk hidup.
Mengapa aku harus mengeluh? Jiwa jiwa tulus terpampang jelas di muka. Seringgit ronta perut terhenti. Aku ingin bintang? Rasakan dulu bumi. Besar, tahu kecil.
Sialan. Bus kota yang kutunggu lewat. Lari lari kencang menyobekkan rokku.
pake rok?
BalasHapusTokoh cerita cewek berjilbab. Bukan aku.
BalasHapus