Transmigrasi: Sudah Gundul, Korengan Pula!
Aku berada di kolong rumah, mereka melepaskan kangen dengan tertawa-tawa bersama tuan rumah—ibu dan bapak kosku. Kudengar hati-hati percakapan mereka, kuraba-raba adakah cerita indah yang dibicarakan. Selama ini aku rindu akan kebersamaan bersama keluargaku. Ingin rasanya aku kembali ke masa kecil berada dalam pengawasan orang tuaku. Teman-teman baruku itu membawaku ke masa lalu. Masa indahku yang tanpa pernah kutahu hingga aku menjadi seperti sekarang ini.
Transmigran. Mereka menyebut diri dengan bangganya. Seakan kepergian mereka meretas asa di negeri orang adalah sebuah kehormatan yang tak terbantahkan. Memang demikian adanya. Tak akan mungkin dan tak akan ada orang yang mau bertransmigrasi jika bukan orang besar. Mental mereka pasti tebal karena harus berjibaku membuka hutan pertama kali. Nyawa mereka dipertaruhkan di tengah pelototan binatang buas. Pasti mereka orang-orang bermental baja yang sengaja dikirim Tuhan untuk memancingku. Menumbuhkan rasa besar hati untuk menjalani hidup ini. Seberat apapun tantangan yang berada di depanku.
Satu rombongan yang dipimpin sang ibu perkasa, mereka berniat melepas kangen dengan saudara mereka di Kota Bayam. Sudah lebih dari tiga dekade mereka meninggalkan tanah kelahiran. Menyembulkan semangat untuk mencari penghidupan di tanah baru. Menerobos kegelapan dan menghancurkan dinding dalam pikiran mereka. Aroma kebulatan tekad berhasil kurasakan menembus lantai kamarku yang terbuat dari kayu. Transmigran itu memancarkan sinar lembut yang memesonaku.
Akankah aku seperti mereka yang rela meninggalkan tanah kelahirannya untuk bertarung memperjuangkan cita-cita?
Post a Comment