Header Ads

Cuplikan Novel #1: 6 Hero dan Ancaman Bom di Borobudur


 Bab 1: Hanuman Bertemu Rahwana




N

egeri Alengka di Hindustan dilanda banjir bandang. Panen padi gagal, rumah warga terendam air setinggi atap, dan isi septik tank meluap hingga memuntahkan isinya yang kuning kuning membludak dengan baunya yang sangat aduhai. Penyakit kencing tikus menyerang warga. Raja Rahwana kelimpungan. Seluruh staf kerajaan tak mampu mengatasi bencana nasional ini. Terpaksa ia mengirim surat ke Rama. Raja Ayodya.
Raja Rahwana mengutus seekor merpati. Pigeon kalau orang Barat menyebut. Burung itu belang belang. Hitam dan putih bergantian. Terbang puluhan kilo, ia hinggap di jendela kerajaan Rama. Dengan paruhnya yang terbuka lebar, terengah engah dengan butiran keringat menetes dari mukanya, si merpati berjalan geal geol dan menclok ke bahu si penjaga kerajaan. Sontak si lelaki itu bangun.
‘Oh, ada surat!’ ucap si penjaga yang masih menguap nguap. Tongkat baseball yang tadinya bersandar di kursi jatuh berguling.
Di Negeri Ayodya, tak ada senapan. Alat pembunuh tidak diperkenankan oleh Raja Rama. Makanya, si penjaga hanya berbekal tongkat baseball untuk menghancurkan muka pencuri atau perampok. Tapi dengan syarat tidak boleh mati. Hanya bikin wajah para pembuat onar itu remuk redam. Sudah cukup bagus biar mereka jera.
‘Terima kasih wahai kau, Burung. Saya akan sampaikan ke … buat siapa ini?’ tambah si penjaga sambil memeriksa. ‘Oh Baginda Raja Rama. Ucapkan salam ke rajamu. Rahwana.’
Si merpati memajukan sayap kanannya, seperti ingin mengucapkan: “Sip, Bos! Santai saja.”
Matanya sayu. Paruhnya pucat. Jika dicermati, bulu bulu si merpati pun kusam. Ia dimakan usia. Bertahun tahun bertugas sebagai tukang pos. Tidak ada kemajuan yang berarti dalam hidupnya.
Udara kencang bertiup dan memontang mantingkan gorden. Si penjaga berjalan dengan suara sepatu lars berketepak ketepok. Selanjutnya, si merpati terbang meninggalkan Ayodya, kembali ke negerinya Alengka.

Rama tengah duduk di singgasananya. Memangku laptop keluaran terbaru. Berkacamata minus tebal, ia mengecek bisnis online dirinya dengan senyum yang mengembang. Selain mengatur negara, Sri Rama tak malu untuk berwirausaha di luar kewenangan kerajaan. Gajinya sebagai raja ia berikan ke rakyatnya. Ia hanya meminta dua puluh persen. Itupun Rama gunakan untuk makan sehari hari, beli perlengkapan mandi, atau kalau kalau pengin ngangkring wedangan jahe bareng anak anak buahnya. Bagi Rama, ia hanyalah kepanjangan tangan Dewata. Rakyatlah yang paling berhak merasakan jerih payahnya mengatur kekayaan kerajaan.
Jadwal pembagian donasi telah dibikin oleh Menteri Sekretaris Kerajaan:
Bulan pertama teruntuk anak yatim, kedua panti jompo disantuni, yayasan kanker pada bulan ketiga, penyandang cacat juga bergembira saat awal bulan keempat tiba. Para istri veteran kerajaan pun tak luput. Bulan kelima mereka mendapat jatah yang lumayan untuk sekadar dibuat beli makanan pencuci mulut. Dan seterusnya di bulan berikutnya. Semua lapisan masyarakat mendapat kebahagiaan bersama. Bukan berarti memanjakan warga negeri. Namun sudah selayaknya orang orang seperti mereka diperhatikan raja sekelas Sri Rama.
‘Baginda, saya menyampaikan surat kepada Baginda Raja!’ ucap sang penjaga dengan sangat sopan tanpa berjongkok.
‘Sini sini,’ Sri Rama memerintah tanpa menunjuk-kakukan jarinya. ‘Dari siapa?’
‘Dari raja Rahwana, Baginda.’
‘Baiklah. Ke marilah.’ Sri Rama menutup laptop, menaruhnya di atas meja di sebelah singgasana. Ia berucap terima kasih ke ajudan di depannya.
Tak terbayang saat Rahwana dan Rama dulu berseteru. Hanya karena Shinta yang ternyata berperilaku buruk. Ia mengadu domba dua raja itu. Meski ia permaisuri Rama, terbersit dalam diri Shinta untuk menguasai dua kerajaan sekaligus. Milik Rama dan Rahwana. Ia pun menghasut Hanuman untuk makar. Untung, dua raja itu tanggap jika telah dihasut. Tak berhasil mendapatkan ambisinya, Shinta jatuh depresi. Tiap malam berteriak teriak, berhalusinasi, tak jarang pula menyobek nyobek pakaiannya hingga bugil berlarian ke sana kesini.
Rama mengambil putusan: warga tak boleh tahu. Dan pasung adalah jawaban bagi Shinta. Namun Rama tak mau dirinya dianggap Firaun. Ia menginstruksi seorang dokter ahli jiwa untuk memantau Shinta. Jangan sampai istrinya yang tengah kacau otaknya bunuh diri. Rama ingin Shinta kembali normal. Dan ampunan nanti akan diterima oleh sang permaisurinya itu.
Surat dibuka oleh Rama. Ia membaca dengan takzim.

Dear Rama Kakandaku di manapun kau berada,
Sebelumnya, mohon maaf aku tak menyebutmu di singgasana empuk. Aku tahu hobimu baca buku atau surat jongkok di WC. Tapi semoga kali ini kau berada di ruang rapat berAC 18 derajat Celcius.
What’s up, Bro? Kabar Adinda di sini baik baik saja. Kuharap Kakanda sehat tanpa kutu air menyerangmu. Obat yang kukirim manjur, kan? Syukurlah kalau iya. Bagaimana si Shinta? Sudah jera dengan sifatnya yang suka selingkuh? Tukang kebun, parkir, atau pelatih sepakbola ia embat. Untung Adinda tidak mempan dirayu sama dia. Kabarnya Kakanda telah memasung si Shinta karena ia gila.  Benarkah itu, Kakanda? Adinda jadi sedih, karena waktu kecil kita bertiga sering main bersama. Kok jadi begitu ya si Shinta? Capek deh!
Begini, Kakanda Rama. Negeriku sedang kondisi gawat darurat. Banjir, Bro. Di mana mana air seketek. Ini memang gara gara got mampet. Tapi ya gimana lagi. Sudah terlanjur. Terlalu luas dan parah banjir tahun ini. Staf di sini menyerah. Kami angkat tangan serta kaki sebelah nih. Niat Adinda menulis surat ini, untuk meminjam jasa Hanuman, abdi dalemmu Kakanda. Boleh tidak? Hanuman kan telah mendamaikan kita berdua. Gara gara dia, kita kembali lagi bersahabat seperti masa kecil. Tidak memikirkan lagi perebutan si Shinta. La wong, Shinta sudah gila.
Mohon jawaban sesegera mungkin darimu, Kakanda. Ditunggu, ya!

Salam super.
Dari Adindamu, Rahwana


‘Dewata Agung. Sahabatku sedang kesusahan!’ seru Sri Rama. ‘Aku harus mengirimkan Hanuman untuk membantunya. Eh, bentar. Aku juga harus menjelaskan ke Adinda Rahwana kalau aku tidak membenci Shinta. Apalagi ingin menceraikannya. Pasung itu sementara. Aku tetap sayang padanya.’
Rama sangat berkenan dengan permohonan Rahwana. Tapi, Hanuman sekarang tengah kurang ajar. Ini karena pengaruh seorang begawan licik yang Hanuman temui beberapa hari lalu. Perangai si kera putih yang sudah tak punya buntut itu berubah drastis. Pola pikirnya sering berlawanan dengan Sri Rama. Hanuman membangkang. Si begawan telah merusak mental Hanuman.
Saat itu, Hanuman tengah melakukan perjalanan dinas ke satu desa terpencil di Negeri Ayodya. Ia ditugasi untuk membujuk seorang lelaki bengis, dukun sakti, untuk memberikan ceramah agama kepadanya agar insyaf. Si lelaki itu mahir meramu minuman memabukkan. Berhasrat menghancurkan generasi muda desa, otak kotornya hanya memikirkan duit mengalir deras ke brangkasnya. Ia pun memasok minuman semacam ciu ke seluruh penjuru negeri. Anak buah Sri Rama satu persatu kedapatan mabuk mabukan. Hanuman turun tangan. Ia memburu si pengoplos minuman keras itu. Sebelumnya, isu berembus jika dusun sakti berasal dari Tanah Jawa, seorang peracik jamu. 


______________
Sumber gambar: historic-relics-indonesia.blogspot.com
Hak Cipta Tulisan: Danie, 2012

Tidak ada komentar