Header Ads

Bukan Ibrahim: Mengendalikan Api tanpa Ayat ayat Suci

Dibakar api. Seperti Ibrahim. Oleh Raja Lalim bengis tak punya hati. Lalu, kita a la Ibrahim melafalkan ayat ayat suci, memohon Tuhan segera mengeluarkan dari bara api. Nyatanya: Kita terpanggang.


Berharap air segera datang, menyelamatkan kita. Sedangkan kita tanpa kerja. Itu sangat tidak bijaksana. Kita diburu waktu. Yang harus segera dicari solusi. Tak bolehlah kita berdiam diri. Bukan Ibrahim, bukan Ismail, bukan pula Iskak. Manusia biasalah diri kita. Dan apa yang musti dilakukan? Ya, yang paling dekat dengan berteriak teriak. Meminta tolong kepada orang yang mau peduli. Untuk mengulurkan seember air, lalu kita menggunakannya untuk mandi? Atau berharap ia sang penyelamat akan menyiramkannya dengan tempo yang cepat? Atau ia akan melemparkan satu karung goni basah? Hanya harapan. Tak masalah. Asal tidak diam diri. Tidak berpaku: Tuhan akan menyelamatkan kita, mengeluarkan diri kita dari kobaran api.


Oh, api. Kau simbol setan. Iblis yang sering mengganggu manusia, di manapun kami berada. Membujuk untuk berbuat ingkar, merayu kami untuk melepaskan tanggungjawab sebagai makhluk Tuhan. Dan selanjutnya, iblis itu mendorong terus emosi untuk meledak berbentuk kemungkaran. Aktif bergerak, itu akan menaju laju rayuan setan. Padahal jika diketahui, setan adalah sifat yang melekat dalam diri manusia. Dan itu bisa dikendalikan. Setan tidak tampak. Sekali lagi, ia adalah sifat. Segeralah berlari, berkelit dari sifat itu. Kendali diri, penguasaan jiwa. Kunci yang musti dipegang.


Air, memberangus api. Dalam hitungan detik. Bisa air menang, api berkuasa. Tergantung manusia yang memegang kendali. Mau aset berharga aman, segeralah menyiram api. Atau berpangku tangan, biarkan api beraksi.


Meribut di www.andhysmarty.multiply.com


Tidak ada komentar