Header Ads

Menawar Kematian Lewat sang Gagak

Beradu muka dengan gagak bermata sayu. Berharap ia tak mengisap kehidupanku yang tinggal secuil. Tak ada hatinya untuk dagingku yang ia ingin mengunyah. Mengadu paruhnya dan hidungku. Meminta dirinya menceritakan alam gaib yang sering ia bolak balik. Agar, aku hilang rasa takutku akan bayang. Halusinasi yang menyergap, menahanku untuk ikut terbang bersama sang gagak. Setelah usai menyantap daging pucat yang bukan diriku.

Muncul burung nuri. Aku mengusirnya juga gagak merentang paksa sayapnya cepat. Lalu burung dara berbau manis berlumur bumbu kecap. Ia di samping diriku dan gagak, memamerkan bulu bulunya yang tanggal. Tanpa aba aba, dara pergi melangkah jauh. Tanpa terbang.

Gagak dan aku. Saling menunggu siapa yang mati terlebih dahulu. Aku dimakan olehnya, atau sebaliknya. Jika waktu hidup masih lama, kami menekan tombol radio. Aku dengan jari telunjukku, ia dengan ujung sayapnya.

Tidak ada komentar