Header Ads

Anjing, Preman, dan Pamong Praja

Anjing mengais ngais makan. Di lubang sampah di depan sebuah toko Tionghoa. Berjejer jejer warung sate daging anjing berjuluk sate jamu. Buat mereka yang berkulit burik atau keropeng bertahun tahun. Bau menyengat, gurih, sayang berhukum haram jika memakan. Anjing pincang kaki kanan belakang berjinjit berharap nasi dus sisa berisi sate ayam. Bau temannya tak dirasakan di hidung, hanya tengik sampah. Sungguh malang anjing jelek itu. Manusia ingkar, tak berperikemanusiaan, daging anjing kemilau saja yang dihidangkan.

Anjing, umpat keras seorang preman bertato LOVE. Membuat melempem para pemilik warung sate yang tak mau membayar pajak jalan. Lima kaki jalan trotoar sudah menjadi lahan hidup para preman. Bukan polisi pamong praja. Semua takut, membayar dengan ikhlas, dan mengakui jika Dewa Keadilan mereka adalah sang Preman. Tanpa atau dengan kata anjing, preman adalah penentu kehidupan.

Seember air bening buat mencuci piring bekas saji sate jamu. Tusukan lidi tanpa noda bakar layak dipakai kembali. Menyajikan sate jamu esok hari kepada pencari sensasi.

Anjing jelek kelelahan. Tak berhasil mendapat makanan. Hanya kotak bertuliskan 'selamat menikmati'. Ia mencari cari, di tempat lain yang lebih bersahabat.

Tidak ada komentar