Header Ads

A Cepek Splendid Suns (Terbaru dan Gurih)

Malam ini, sebelum kukatupkan kelopak mataku, aku ingin berdoa. Kupanjatkan keingin terdalamku ke Malaikat Penabur Mimpi, agar seorang Pangeran datang kepadaku, membawa kereta kencana. Mengajakku menyusuri kota tua yang legendaris ini. Manhattan City dengan gemerlap kotanya yang nyaris membuatku selalu terpejam hingga hatiku seakan mati olehnya.

            Malaikat, goyangkan sedikit tongkat ajaibmu, lupakan para pemimpi lain dan hanya diriku yang harus kau perhatikan. Kirimkanlah tanda-tanda bahwa lelaki yang kupuja berada cepat di hadapanku. Entah itu taburan bintang atau sentuhan angin malam, yang pasti apapun agar aku cepat tenggelam dalam mimpi dan bertemu dengannya.

            Bulan bergoyang, ranjangku naik perlahan, hampir setengah tingginya ukuran tinggi kamar. Aku masih terpejam namun merasakan getaran membuai ini. Ranjang berputar, semakin menenggelamkanku dan memasukkanku ke dalam lubang pekat. Aku terisap ke alam mimpi.

            Hamparan bunga tulip membuatku terperangah. Bukan kuning atau merah, tapi warna putih, kesukaanku. Aku sendiri tak ada teman. Kicau burung yang biasanya kudengar, kini raib digantikan oleh deru kereta yang semakin jelas. Akankah dia Pangeran yang kudamba?

            Pasti dia datang menjemputku dan mengajakku berkenalan dengan keluarganya. Tapi, aku masih mengenakan pakaian tidur. Bagaimana nanti jika dia menemuiku? Pasti dia akan marah besar. Aku salah mengapa sebelum tidur tak memakai gaun teristimewaku.

            Derap kuda membuat jantungku berdegup kencang. Ringkikannya mengeras ketika tali kekang ditarik oleh si sais. Penarik kuda itu berpakaian bak seorang Pangeran. Pasti Tuannya berada di dalam tengah merapikan rambut dan menyemprotkan aroma bunga di baju kebesarannya. Aku sudah menyiapkan hati untuk menerima Pangeran Impianku.

            “Selamat malam, Tuan Puteri.” Sais itu berkata.

            Aku tak memedulikan. Aku hanya butuh suara Pangeran, bukan manusia macam dia. Suara perempuan manja terdengar dari dalam kereta. Hatiku panas seakan ingin berlari dan memukul wajah perempuan itu. Aku cemburu. Mengapa bisa Pangeran Impianku membawa seorang perempuan? Kutahan amarah ini dan kutelan ludah berpuluh-puluh kali.

            “Anda mencari siapa, Tuan Puteri?” tanya si sais kembali.

            “Aku menanti Pangeranku!” bentakku.

            “Wajahnya seperti apa? Tolong sebutkan.” Pinta si sais.

            “Tampan dan berbaju seperti seorang Raja.”

            “Itulah saya.” Jawabnya.

            “Cih, mana mungkin aku suka sama seorang kusir!”

            “Ya, sudah jika tak percaya. Di belakang ada ibu saya. Tak ada pangeran di dalam kereta. Hanya kami berdua. Maaf kami akan melanjutkan perjalanan.”

            Aku kecewa tak menemukan Pangeran Idaman. Mengapa tukang kusir yang dikirimkan kepadaku. Namun, aku masih terjebak di dunia mimpi. Aku kesepian.

            “Mas ... tunggu, aku ikut. Takut sendirian, nanti digigit anjing.”

Tidak ada komentar