Header Ads

Menggagas Nelson Mandela sebagai Pahlawan Negeri

Nelson Mandela mengisi hari tuanya dengan berkebun. Di sudut kota Capetown, bersama istrinya dia menikmati indahnya hidup setelah perjuangan panjang dan melelahkan. Aneka tumbuhan, warna-warni bunga di tengah hamparan rumput hijau, seakan menepiskan kenangan-kenangan buruk yang dulu menimpanya. Perlakuan kasar karena dirinya berkulit hitam kini sudah tak ada lagi. Celotehan bernada hinaan juga telah raib di bumi Afrika Selatan. Perjuangannya kini telah membuahkan hasil. Perlakuan yang sama di antara berbagai ras. Putih maupun kulit berwarna. Kristen, Islam, Yahudi, ataupun kepercayaan lain. Tak ada perbedaan.

            Para wartawan dari berbagai belahan dunia sering berkunjung ke rumah mungilnya. Bertanya bagaimana kabar sang legenda hidup itu, bercanda tawa dengan selingan kue hangat dan teh manis. Menularkan ilmu hidup yang dalam, Nelson berbagi rasa manis dan pahit kehidupan kepada para wartawan. Berharap pemikiran-pemikirannya tertularkan melalui tulisan para kuli tinta tersebut. Antusiasme merebak ke seluruh penjuru ruangan, kehangatan khas anak Afrika membalut seluruh wartawan. Ada yang tertinggal dan mengusik hatinya. Kenapa tak ada wartawan Rindunesia yang pernah mengunjunginya? Ataukah mereka telah memiliki pahlawan sekelas Nelson? Ah, pertanyaan bodoh yang tak mungkin dipikirkan Nelson. Itu hanya gurauan sang sutradara tulisan ini. Yang pasti, Nelson telah berbaik hati bercerita kepada para wartawan. Silakan menikmati hangatnya hati seorang pejuang pembela kaum lemah yang nantinya disodorkan oleh para wartawan.

           

Jadwal acara wawancara Nelson Mandela:

Wartawan Rindunesia: Jika Nelson telah wafat.

Tidak ada komentar