Tukang Pos Baru itu ....
Dia duduk di pojok ruang kerja kami. Namanya Pepeng. Pegawai baru. Menggantikan Darso. Kerjaannya mengurus dokumen-dokumen penting. Senang sekali mempunyai teman baru. Lalu mengapa dengan Darso? Apakah dia pernah bertengkar dengan rekan-rekan lain?
Ah, tentu tidak! Darso sangat baik. Dia tipe pekerja yang giat. Bekerja tanpa banyak bicara. Pekerjaan selalu dilumatnya dengan sigap. Tak mengenal lelah dan pantang putus asa. Dia juga amat pandai, dibuktikan dengan prestasi akademik yang memukau. Kurang apa lagi?
Tapi sayang, Darso sekarang tidak bergabung dengan kami. Sudah lima tahun kami bekerja sama. Dia mengirimkan dokumen penting, karyawan lain menyiapkan segala kesiapannya. Sungguh kami merasa kehilangan akan sosok bajanya.
Rumor beredar bahwa dia ingin bekerja di lain tempat. Alasan yang paling kuat adalah dia ingin mengembangkan potensi dirinya. Tak sekadar membuat surat, mengelem, dan menempel perangko. Begitu telinga kami mendengar gunjingan itu. Entah benar atau salah, kami tidak memedulikan. Yang pasti, kami cukup bangga dengan prestasi-prestasinya. Walaupun, biasa-biasa saja. Darso memang pribadi yang mengesankan. Tapi itu tak cukup membuat kami terkenang-kenang. Cukup simpati, tapi selebihnya namanya kami tenggelamkan ke bak mandi.
Sekarang ada Pepeng. Dia lumayan bagus untuk pekerja baru. Meskipun masih dipertanyakan apakah bisa keluar dari bayang-bayang Darso. Karena memang di budaya negeri kita tak mengindahkan sebuah pembaruan. Jadi pikiran kami selalu mengotakkan bahwa karyawan baru adalah seorang pecundang yang tak mungkin menunjukkan giginya.
Namun setelah kami merenung pada rapat-rapat, yang kadang membosankan, kami memutuskan untuk memberi dia kesempatan. Pepeng berhak untuk mendapatkan hal itu.
Selamat datang Pepeng ...
Untuk Darso, kami tak melayangkan ucapan terima kasih kepadamu agar kau lebih waspada. Waspada?
--Teruntuk "mantan" teman kami yang duduk di pojok
Ah, tentu tidak! Darso sangat baik. Dia tipe pekerja yang giat. Bekerja tanpa banyak bicara. Pekerjaan selalu dilumatnya dengan sigap. Tak mengenal lelah dan pantang putus asa. Dia juga amat pandai, dibuktikan dengan prestasi akademik yang memukau. Kurang apa lagi?
Tapi sayang, Darso sekarang tidak bergabung dengan kami. Sudah lima tahun kami bekerja sama. Dia mengirimkan dokumen penting, karyawan lain menyiapkan segala kesiapannya. Sungguh kami merasa kehilangan akan sosok bajanya.
Rumor beredar bahwa dia ingin bekerja di lain tempat. Alasan yang paling kuat adalah dia ingin mengembangkan potensi dirinya. Tak sekadar membuat surat, mengelem, dan menempel perangko. Begitu telinga kami mendengar gunjingan itu. Entah benar atau salah, kami tidak memedulikan. Yang pasti, kami cukup bangga dengan prestasi-prestasinya. Walaupun, biasa-biasa saja. Darso memang pribadi yang mengesankan. Tapi itu tak cukup membuat kami terkenang-kenang. Cukup simpati, tapi selebihnya namanya kami tenggelamkan ke bak mandi.
Sekarang ada Pepeng. Dia lumayan bagus untuk pekerja baru. Meskipun masih dipertanyakan apakah bisa keluar dari bayang-bayang Darso. Karena memang di budaya negeri kita tak mengindahkan sebuah pembaruan. Jadi pikiran kami selalu mengotakkan bahwa karyawan baru adalah seorang pecundang yang tak mungkin menunjukkan giginya.
Namun setelah kami merenung pada rapat-rapat, yang kadang membosankan, kami memutuskan untuk memberi dia kesempatan. Pepeng berhak untuk mendapatkan hal itu.
Selamat datang Pepeng ...
Untuk Darso, kami tak melayangkan ucapan terima kasih kepadamu agar kau lebih waspada. Waspada?
--Teruntuk "mantan" teman kami yang duduk di pojok
Post a Comment