Header Ads

Monopoli Penggunaan Kata "Artis": Are You an Artist? Yes, You are!

Selama ini kita hanya memakai kata “artis” bagi seseorang yang sering diliput oleh kamera televisi. Sering kali kita menyandangkan julukan “artis” kepada orang yang membuat kontroversi berita di koran; entah menggulirkan gosip perceraian, perselingkuhan, cuap-cuap tanpa makna, atau aneka tindakan kekanak-kanakannya. Kata “artis” seakan dimonopoli oleh segelintir orang yang menguasai televisi, majalah, surat kabar, radio, atau mulut-mulut ember haus berita panas menggetarkan dada. Lalu sebenarnya siapa orang yang pantas menyandang predikat “artis”?

            Tak perlu membuka kamus besar bahasa apapun, sebenarnya “artis” adalah orang-orang yang mengekspresikan hatinya melalui sebuah karya. Karya apapun yang menunjukkan keindahan. Jadi pandangan masyarakat saat ini berkaitan penggunaan kata “artis”, bisa dikatakan salah kaprah. Yang mereka tahu, artis adalah pemain sinetron, lenong, presenter dengan cadangan kata-kata sepenuh bak mandi, film tak jelas mutunya, dan siapa saja yang bisa merebut perhatian kameraman televisi swasta atau kredit. Selebihnya adalah penikmat artis!

            Apa yang salah dengan negeri Rindunesia? Betulkah segelintir orang yang mengandalkan muka bersih, cantik, dan tampan itu memonopoli dan merenggut—dengan cakaran ala Mama Keke Patmala—kata artis dari orang-orang yang sebetulnya berhak? Apakah hanya penguap tak jelas pangkal dan ujungnya itu yang berhak memiliki selempang bertuliskan: AKU ARTIS, TOLONG SHOOT AKU!

            Seharusnya kita harus adil memandang permasalahan biasa—tapi mendasar—seperti penggunaan kata “artis” ini. Banyak sekali orang yang lebih layak menerimanya. Asal dia berkarya dengan hati, penuh kejujuran, tanpa basa-basi khas pengecut, maka dialah artis. Pematung, perupa, penari tradisional, penulis puisi, guru baik yang selalu memacu kreativitas anak didiknya, penabuh gamelan, pembuat gerabah dan hiasan, pembuat keris pusaka, dan semua yang mengandung unsur keindahan, dialah yang berhak memakai kata “artis”. Bukan orang-orang culas yang haus berita pergunjingan.

            Semua tak lebih dari cerita dongeng di negeri khayalan. Di negeri yang penduduknya mengaku diberi anugerah terbesar, tanah airnya yang indah dan kaya. Tapi apa yang kita lihat sekarang? Itu hanyalah mimpi belaka. Kita hanya beruntung diberi titipan saja, tak berhak untuk memiliki keindahan-keindahan dalam balutan mimpi itu. Tanpa kita ingin melakukan tindakan nyata, sama artinya dengan terus berada di khayal. Terus terhisap oleh aneka monopoli. Termasuk monopoli penggunaan kata “artis”. Masihkah kita terus tidur dan bermimpi? Rebut saja kata itu dan layangkan kepada yang berhak.

 

 

3 komentar:

  1. Sebenarnya, kalau mau buka kamus bahasa Inggris, kata "artist" itu memiliki beberapa arti lho, termasuk:

    1. One, such as a painter, sculptor, or writer, who is able by virtue of imagination and talent or skill to create works of aesthetic value, especially in the fine arts.

    3. One, such as an actor or singer, who works in the performing arts.

    http://www.thefreedictionary.com/artist

    Dalam bahasa Indonesia, kata "artis" lebih memiliki makna nomor tiga, sedangkan makna nomor satu biasanya disebut "seniman".

    BalasHapus
  2. Thanks Mbak Femmy.
    Setidaknya saya bisa sedikit lega. Soalnya saya juga berambisi jadi artis! Hehehe
    tapi malas diliput kamera TV :)

    BalasHapus
  3. Oh maaf saya yang ga nyambung nih ...
    Oh dibedain ya, Mbak Femmy?
    Ah mbuh ahh saya ra dongg .... T T

    BalasHapus