TESSY, BANGKITLAH!
Seorang megastar Robbin Williams takluk oleh kesulitan ekonomi lantas memutuskan bunuh diri. Hampir mirip, kasus Kabul alias Tessy saya pikir bermula dari ketenarannya yang meredup tergeser oleh model lawakan baru yang mengakibatkan pengalihan depresinya ke narkoba. Sampai pada momen ini, saya menganggap bisnis komedi ialah keras!
Siapa tahu beberapa tahun mendatang Pandji atau Raditya Dika yang kini berkibar dengan metode Stand Up Comedy menemui hal serupa Tessy atau Robbin Williams contoh terjauhnya?
Saya tidak mendoakan yang buruk buruk. Tak hanya komedi, dunia hiburan lain punya kasus sama. Banyak yang merasa mentok dengan karirnya akhirnya tenggelam ke narkoba. Sudah banyak contoh komedian yang terjaring polisi bukan? Polo dan Gogon bukti kuat sebelumnya.
Apa sih latar belakang selain ketenaran yang meredup dan goncangnya ekonomi sehingga komedian dekat dengan narkoba?
Tebakan saya terarah pada begitu cepat dan sengitnya bisnis komedi. Satu atau kelompok orang melakukan inovasi melucu menawarkan gaya banyolannya dan grup lainnya tersingkir. Perang konsep terjadi antar pelawak. Masing kita ingat kejayaan Srimulat di era 1990an sampai awal 2000an. Mereka unggul bersama Warkop DKI meninggalkan kelompok lawak lain. Lalu muncul pesaing dari kalangan lain seperti Aming cs selanjutnya komedi bergerak ke Stand Up Comedy.
Inilah yang membikin seorang komedian yang tidak cerdas dan peka, menghambur hamburkan uang ketika berjaya, akan kelimpungan dan popularitasnya terkubur.
Apa yang musti disiapkan jika ingin masuk ke dunia hiburan komedi?
Banyak hal yang bisa kita lakukan. Saya sendiri juga belum paham betul. Namun paling utama adalah membangun mental. Komedian ialah seni yang sulit karena membutuhkan konsep, bidikan, dan gaya melawak yang khas agar penikmatnya semacam nginthil atau membuntuti setiap karya kita. Ritme harus kita mainkan. Jangan ketika ramai orderan, kita membabi buta meluncurkan senjata lawakan kita. Bikin ketagihan penonton sambil kita berevolusi mencari cara cara unik baru sehingga penggemar kita tidak bosan. Sungguh kalau gaya melucu kita itu itu saja akan habis oleh pendatang baru.
Kuncinya, matangkan emosi kita dan jangan sesumbar diri kita telah mencapai segala sesuatu. Kreatif senjata pamungkasnya.
Perlukah Kartu Indonesia Lucu yang mengadopsi Kartu Indonesia Pintar?
Komedian harus mau dipaksa untuk menabung atau menyisihkan hasil manggung dan berkaryanya. Berapa persennya dari pemasukan tergantung kemantapan si pelawak. Ini untuk mengantisipasi saat sepi job. Kita musti menyadari jika ada masanya rezeki tidak mengalir deras atau kondisi tubuh jenuh membuat penampilan melawak kita buruk. Sistem Kartu Indonesia Lucu bisa setidaknya menyambung nyawa komedian untuk rehat sebentar. Pikiran kita endapkan, melapangkan hati, untuk bangkit kembali berkarya lebih hebat.
Pagi ini, saya tak pernah kehilangan respek untuk seorang Tessy. Bagaimanapun ia seniman yang masih dan terus mengisi diri saya. Ia menghibur masa remaja saya dengan banyolan khas kebanci banciannya dengan akik sepuluh di jemarinya. Pun jika ia kena masalah narkoba, itulah manusia tempatnya kebimbangan hati.
Bangkitlah, Tessy! Kembalilah berkarya. Salurkan pengalaman Anda pada komedian muda. Mau Kartu Indonesia Lucu tidak? Syaratnya, bangkit dulu nanti saya kasih. Oke.
Post a Comment