PEDHOTNYA RANTAI MOTOR SAYA
"Tolong jangan ngambek sama aku, Riksa!"
Berkali kali saya memohon maaf pada si Antariksa motor saya. Rantai Riksa pedhot alias putus di tanjakan dekat Kampus Sanata Dharma Jogja sore tadi. Saya panik luar biasa dengan motor di depan atas dan belakang bawah mengklakson klakson saya. Namun saya tenang dengan turun dari Riksa, menyebar senyum ke semua orang di sana, sambil mengecup ngecupkan bibir ke mereka.
"Maafkan saya dong, Riksa!" rajuk saya meminggirkan Antariksa sambil memungut rantai yang putus.
Tas di punggung saya seperti Patung Liberty. Beratnya minta ampun. Saya tepuk tepuk jok Riksa dan ia saya tahu mulai mengendur ketegangan emosinya. Di sekitar tempat saya dan Riksa, orang orang memandang saya memelas. Saya tak menerima uluran kasihan itu, namun tak menampakkan diri keangkuhan saya. Saya santai, berjingkat, mendorong Riksa mencari bengkel.
***
Nama Antariksa bukan main main. Itu saya berikan sebagai bentuk penghargaan saya pada motor pemberian Tante saya. Biar butut, ia menemani saya bergerak kreatif. Bagi saya, tidak penting punya motor berjuta juta, paling penting pergerakan. Bukankah Albert Einstein mengatakan untuk mencapai kesetimbangan maka kita musti bergerak? Tentu saja, siapa sih yang nggak pengin mobil. Namun patut saya sadari jika memilikinya ialah proses berbarengan dengan kerja keras.
Antariksa adalah angkasa. Saya mengimajinasikan diri penunggang pesawat ulang alik. Tubuh berada di Bumi, angan angan membumbung tinggi. Ini tak berarti saya tak melihat realitas. Tidak! Tantangan kerasnya, menyambungkan keduanya menjadi jalinan yang kompak dan indah.
Namun saya masih merasa bersalah pada Antariksa. Selasa kemarin hujan deras mengguyur Jogja sampai kantor banjir. Dua jam kami harus menguras air gotong royong. Maklum elevasi lantai kantor rendah ketimbang sekitarnya. Pekerjaan kantor kami untuk merehap diri agar air tak menggelontor kami.
Dan Antariksa saya biarkan di luar tanpa baju tenggelam oleh bah dadakan akibat got penuh oleh abu vulkanik yang memadat. Mustinya, saya sigap menggeser parkir si Antariksa ke tempat lebih nyaman. Tidak kaya kemari, ia tampak sedih di antara dingin dan hujan yang mengamuki dirinya. Saya salah!
Dua puluh menit dalam aksi dorong, saya menemukan bengkel. Syukur saya letuskan dengan permohonan ampun saya pada Antariksa berjanji tak mengulang tindakan tak berperi~kemotoran.
Mari merapat di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment