LENYAPNYA MASKER di JOGJA
Saat kondisi genting, mental seorang pemimpin diuji seberapa tangguh dirinya. Apakah ia terpancing situasi hingga kehilangan kendali dengan marah marah kalap atau ia tenang sembari berpikir jernih mencari solusi yang meledakkan permasalahan.
Abu vulkanik kiriman Gunung Kelud memang bikin pusing negeri. Jogja yang sudah berpengalaman cepat melakukan tindak emergensi melibatkan seluruh warga buat bangkit. Namun tetap saja rasa panik menyerang sebagian pimpinan. Ada yang memberi instruksi seperti ini:
'Wargaku semua! Agar kesehatan kita semua terjaga dengan adanya abu vulkhanik, kita harus memakai masker. Terserah rasa dan aroma apa saja!'
Ini instruksi aneh. Pelafalan vulkanik yang memakai huruf Arab "kha" seolah menciptakan asumsi si pimpinan tidak mengIndonesia melainkan keArab Araban. Dan ganjilnya, masker dengan rasa bervariasi? Memangnya masker wajah bengkoang?!
Di sudut Jogja yang lain, seorang pimpinan malah memberi perintah warga untuk memasak. Awalnya saya mengira itu untuk makanan para pengungsi. Tapi apa coba, pimpinan itu bermaksud mengarahkan dan mempersiapkan warga untuk lolos audisi Masker Chef!
'Masker di mana?' tanya seorang simbak di antara kerumunan orang di kampus UGM.
Saya menjawab, 'Di apotek, Mbak.'
Simbak itu terus terusan bertanyam 'masker di mana?' dan saya menjawan di apotek. Ia tidak puas lalu menempeleng saya. Ternyata ia bertanya: "Mas kerja di mana?"
Jogja unik, batin saya. Keadaan rumit kala bencana ada selalu ditanggapi dengan relaks dan tak buru buru. Karena pemikiran matang akan berbuah manis.
Selamat buat Jogja.
Post a Comment