SELAMAT DATANG DI INDONESIA, PAPA LEGUAS!
'Saya menakdirkan diri saya untuk capoeira.'~CM. Papa Leguas
Siapa yang tidak kenal dengan CM Papa Leguas. Lelaki berusia 32 tahun bernama asli Jaime de Oliveira Gontijo atau lebih dikenal dengan burung unta dalam bahasa Portugis lahir di Patos de Minas pada 19 Juni 1981 ini berlatih capoeira sejak usia 14 tahun lewat asuhan Prof. Chicote.
Jaime de Oliveira Gontijo tumbuh bukan dari keluarga mestre capoeira. Keinginan kuatnya mempelajari capoeira sebagai seni beladiri, tarian, dan musik membuatnya berkembang pesat jadi seorang capoeirista tangguh.
'Ceritanya lucu. Saya memulai capoeira karena sebuah T-Shirt.' Papa Leguas mengingat ngingat. 'Saya berada di jalan bersama teman teman, ketika satu grupo memakai kaos yang sama melintas. Kaos itu menganggu perhatian saya, saya ikuti mereka. Ternyata mereka batizado. Sejak saat itu saya jatuh cinta pada capoeira, bergabung dengan grupo. Saya tidak mampu menahan diri untuk berlatih sejak saat itu.'
Pada 2000, dia pindah ke Ingris dan membuka kelas di sana. Sejalan waktu, dia mendirikan gruponya sendiri di Nottingham yaitu Cordão De Ouro Nottingham. Gruponya berkembang pesat dan merambah seantero dunia.
PERJALANAN KE INDONESIA
Tahun 2008 sangat bersejarah bagi Leguas pertama kali datang di Indonesia menemui grup Vadiar untuk menyatukan seluruh praktisi. 2009 ia kembali ke Indonesia dan Vadiar secara resmi berafiliasi menjadi Cordão De Ouro Indonesia dan menyelenggarakan batizado pertamanya di Jakarta Selatan.
'Sangat penting berlatih keras, menunjukkan perkembangan, bagaimanapun kecilnya Anda--proses adalah terpenting. Saya mengarahkan para capoeirista untuk tetap mendapat informasi, terarah, dan memastikan mereka paham capoeira secara utuh.' ucap Papa Leguas.
Papa Leguas tahu jika perjalanan belajar capoeira tidak mudah. Perbedaan budaya, latar belakang bahasa yang tidak sama, juga akan terjadi misinterpretasi dengan filosofi sebenarnya capoeira akan terjadi di Indonesia.
'Saya mencatat semua orang punya level progres berbeda. Saya mengatakan pada murid murid saya tentang keengganan mereka yang harus dicari solusi. Beberapa dapat menerima kritik yang membangun, selebihnya tidak.' tambah Papa Leguas.
Bukan seorang capoeirista tangguh yang tidak mau menerima masukan dari mestre dari grupo lain. Papa Leguas mau menerima kritik demi kemajuan capoeiranya. Itulah kenapa kemahiran capoeira Papa Leguas menjadi luar biasa saat ini.
'Saya beruntung punya orang orang yang kasih tahu apa yang saya lakukan salah. Itu berarti mereka mencermati gerakan saya, mengoreksinya, dan membuat saya jadi orang lebih bagus, murid, dan guru. Itulah yang saya katakan pada murid murid saya: terbukalah terhadap kritik orang lain yang membangun.'
MESTRE bagi PAPA LEGUAS
Papa Leguas tidak begitu mengejar posisi sebagai mestre. Banyak capoeirista yang sekarang memegang cordao contra mestre. Kenyataannya, perannya lebih besar ketimbang mestre.
'Menjadi Contra Mestre dan memiliki cordao Contra Mestre dua hal berbeda. Orang mungkin punya cordao Contra Mestre, tetapi tidak bisa mengajar. Menjadi Contra Mestre tentang pengalaman Anda dalam hidup, dan apa yang bisa Anda berikan ke generasi Anda.'
Imbuh Papa Leguas, 'Banyak orang bilang saya terlalu muda untuk jadi Contra Mestre, tapi tak seorang pun tahu bagaimana saya bekerja sangat keras. Hal terptening adalah terus berlatih. Saya tak begitu berpikir jadi mestre dan meraih cordao. Sederhananya, saya menakdirkan diri saya untuk capoeira.'
Sumber berita: The Jakarta Post
Post a Comment