MERIAHNYA MASJID AGUNG TASIK
Tasikmalaya, banyak orang menyebutnya kota santri. Memang benar, banyak institusi pendidikan agama Islam menjamur di sini. Suasanan relijius pun kental dengan masjid dan mushola bersaut sautan menyorongkan azan memanggil warga untuk bersimpuh dan mengkaji kalam Illahi.
Pun, saya tertular oleh suasana kebatinan yang mendalam ini. Tasik seolah menjadi oase saya saat pemikiran dan jiwa saya terombang ambing oleh ketakpastian yang sebenarnya saya buat sendiri. Mencoba lebih berkomitmen mendekat pada sang Pencipta, saya memperbaiki amalan terpokok salat. Belajarlah saya salat jamaah di masjid dekat rumah.
Waktu salat selalu ramai oleh warga Tasik berbondong bondong ke masjid. Tua mengajak muda, muda meneruskan energi tua yang semakin lemah. Puncaknya, waktu Magrib dan Isya, masjid penuh oleh jamaah. Hati saya membuncah dan tak ingin kalah dengan mereka meski fokus saya masih belum tertata apik. Tak masalah dan pelan pelan, pikir saya.
***
Pemandangan paling mencengangkan ketika saya jalan jalan ke Plaza Asia sebagai rujukan warga berbelanja sekaligus berekreasi. Saya menyimak tiap waktu salat masuk, pengunjung plaza menghambur ke luar untuk salat terlebih dahulu. Rampung laporan pada Alloh, mereka kembali cuci mata. Di sini, tak seperti mal di kota besar seperti Jakarta dan Tangerang, justru masjid bermal bukan pusat perbelanjaan yang mengucilkan tempat ibadah.
Perburuan info tentang ihwal masjid tak berhenti di situ. Minggu siang yang mendung, saya meluncur ke Masjid Agung Tasikmalaya. Letaknya di jantung kota. Menuju ke sana mudah karena biasanya sekira jam sepuluh sebelas pagi jalanan tak begitu ramai. Itu karena aktivitas warga berolahraga menguras energi lanjut pulang ke rumah.
Melewati gerbang, saya memarkir motor. Sayangnya, tukang parkir tak memberi karcis hingga hati saya tak nyaman. Namun, saya meyakinkan diri karena berada di area masjid, setan setan telah mati. Para perampok motor akan terbakar pada radius seratus meter dari masjid. Langkah saya mantap masuk masjid.
Sebelumnya, saya sempat melirik spot air mancur dengan anak anak berlarian sambil tertawa lepas dalam pengawasan ibu ibu mereka. Timbul pertanyaan pada diri saya kenapa ada arena bermain air. Apa mungkin ini strategi mendekatkan anak anak ke masjid? Memancing bocah agar lebih memiliki masjid bisa dilakukan dengan bermain main air, pikir saya.
Azan zuhur berkumandang, segera saya mengambil air wudu masjid yang dingin. Inilah kali kedua saya salat di masjid kebanggaan warga Kota Tasikmalaya. Aura kenyamanan melingkupi tubuh sekaligus jiwa saya. Tunduk saya pada kehadirat Alloh pemilik semesta alam. Pun, Ramadan segera tiba dan perdana saya berpuasa di Tasik. Semenit jelang mengangkat tangan dan bertakbir, saya menundukkan kepala berjanji untuk kembali ke masjid ini tak sekali melainkan berkali kali.
Post a Comment