Timeless: Senggang Namun Bermakna
Mengisi waktu senggang. Dengan membaca, bernyanyi, melancong ke tempat tempat tersembunyi, atau mencari kesenangan tak terduga. Yang bertanggungjawab. Jangan sekali sekali merugikan orang lain. Karena kita makhluk bersama. Tak bebas seluruhnya.
Membaca komik. Merasakan guratan gambar sang pembikin. Tertawa, menangis, atau bengong karena tindakan sadis dipertontonkan tanpa malu malu. Atau tersenyum simpul ketika satu tokoh tersingkap roknya karena angin nakal. Dan, bergembira, kita lupa waktu sewa sudah melampaui batas. Ya, waktunya mengembalikan komik Jepang Korea atau Negeri Alaska. Bukan yang dari tanah air. Karena punya sendiri bukan makanan yang lezat.
Bernyanyi. Di tengah padang. Tak ada orang yang mengganggu. Serangga serangga yang mau mendengar. Bebas sepuasnya berteriak berapapun oktaf yang mampu dilengkingkan. Atau terinspirasi suara angin. Mengikuti gayanya, baik yang sepoi atau berjuluk badai. Pulang dengan suara serak, mengelus leher, selanjutnya minum air hangat untuk menahan rasa sakit.
Bergoyang. Di panggung, sebelum para penonton berdesak desakkan. Waktu pemanasan ini. Sang manajer belum datang, belum memberikan petuah petuah ajaib bak Midas. Memutar mutar rambut, kaki mengangkang, pantat digober goberkan. Dangdut yang dari kaset mengiringi. Karena penabung gendang masih tidur, peniup suling juga, dan sang komandan tengah ke bank. Menagih uang dari Paman Promotor acara. Buat membeli kacang. Dan juga minuman keras. Agar goyangan semakin panas.
Bergurau. Di taman, alun alun kota tempat membuang infak. Bersama para teman, mengakrabkan diri, membeli asupan yang tergurih buat lidah dan perut. Malam malam, semoga kau tidak hujan. Jika itu terjadi, bubar semua acara. Dan buru buru kembali ke kamar kos dengan perasaan pilu. Karena cumbu tak didapat. Minggu depan dicoba kembali, aksi aksi yang lebih mengejutkan.
Tidur setelah capai. Esok kembali bersuka.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Membaca komik. Merasakan guratan gambar sang pembikin. Tertawa, menangis, atau bengong karena tindakan sadis dipertontonkan tanpa malu malu. Atau tersenyum simpul ketika satu tokoh tersingkap roknya karena angin nakal. Dan, bergembira, kita lupa waktu sewa sudah melampaui batas. Ya, waktunya mengembalikan komik Jepang Korea atau Negeri Alaska. Bukan yang dari tanah air. Karena punya sendiri bukan makanan yang lezat.
Bernyanyi. Di tengah padang. Tak ada orang yang mengganggu. Serangga serangga yang mau mendengar. Bebas sepuasnya berteriak berapapun oktaf yang mampu dilengkingkan. Atau terinspirasi suara angin. Mengikuti gayanya, baik yang sepoi atau berjuluk badai. Pulang dengan suara serak, mengelus leher, selanjutnya minum air hangat untuk menahan rasa sakit.
Bergoyang. Di panggung, sebelum para penonton berdesak desakkan. Waktu pemanasan ini. Sang manajer belum datang, belum memberikan petuah petuah ajaib bak Midas. Memutar mutar rambut, kaki mengangkang, pantat digober goberkan. Dangdut yang dari kaset mengiringi. Karena penabung gendang masih tidur, peniup suling juga, dan sang komandan tengah ke bank. Menagih uang dari Paman Promotor acara. Buat membeli kacang. Dan juga minuman keras. Agar goyangan semakin panas.
Bergurau. Di taman, alun alun kota tempat membuang infak. Bersama para teman, mengakrabkan diri, membeli asupan yang tergurih buat lidah dan perut. Malam malam, semoga kau tidak hujan. Jika itu terjadi, bubar semua acara. Dan buru buru kembali ke kamar kos dengan perasaan pilu. Karena cumbu tak didapat. Minggu depan dicoba kembali, aksi aksi yang lebih mengejutkan.
Tidur setelah capai. Esok kembali bersuka.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Post a Comment