Girang Mendengar Adik Ipar Hamil: Mirip aku atau tidak?
Istri berproduksi tiap tahun sudah biasa. Menghasilkan banyak anak baginya, dengan rekomendasi dariku, sudah sangat wajar. Anak kami selusin; enam lelaki, selebihnya perempuan manis. Tak kaget lagi jika istriku tanpa ada jeda waktu melahirkan. Seru melihat beberapa bayi antre untuk disusui ibunya. Belum anak nomor dua selesai minum, yang keenam merengek menangis keras. Meskipun repot, butuh kesabaran tambahan, hal ini wajar. Teramat biasa bagiku.
Apa jadinya jika yang hamil adalah adik iparku? Sangat gembira aku mendengarnya.
Jangan memacu pikiran Anda menuju simpulan jika aku ayah dari si janin. Tidak, aku tidak punya sebersit niat untuk berselingkuh. Hukum rajam akan menanti bila aku tega memakan adik ipar. Yang menjadikanku girang bukan kepalang karena dapat dipastikan utang adik kandungku kepadaku dapat dilunasi.
Apakah bayi yang dikandung adik iparku akan dijual?
Kami bukan sindikat penjual bayi. Sungguh malang jika ini dilakukan. Aku membayangkan anak itu nantinya dipekerjakan oleh Bos Jalanan di perempatan Jalan Proklamasi Kemerdekaan di Kawasan elit. Aku tak ingin ini terjadi. Betapa terkutuknya jika benar adanya. Dimana rasa kemanusiaanku? Di pusarkah?
Enam bulan lagi si bayi muncul ke muka bumi. Ia akan tumbuh menjadi bunga yang memancarkan warna mencolok penghias alam. Semerbak kelopak dan sarinya menguar dan mendentum setiap insan yang memperhatikan dirinya. Rambut hitam menjuntai, lenggok badannya di panggung pamer baju, dan ulas senyum apik tertata, menemani hari hari keponakanku. Indah dan mengasyikkan saat menyaksikan momen ini.
Anak anakku sendiri kumasukkan ke Pondok Pesantren. Semuanya. Dan keponakanku nantinya kuingin ia menjadi model papan atas. Menghasikan banyak uang untuk melunasi utang ayahnya kepadaku.
Apa jadinya jika yang hamil adalah adik iparku? Sangat gembira aku mendengarnya.
Jangan memacu pikiran Anda menuju simpulan jika aku ayah dari si janin. Tidak, aku tidak punya sebersit niat untuk berselingkuh. Hukum rajam akan menanti bila aku tega memakan adik ipar. Yang menjadikanku girang bukan kepalang karena dapat dipastikan utang adik kandungku kepadaku dapat dilunasi.
Apakah bayi yang dikandung adik iparku akan dijual?
Kami bukan sindikat penjual bayi. Sungguh malang jika ini dilakukan. Aku membayangkan anak itu nantinya dipekerjakan oleh Bos Jalanan di perempatan Jalan Proklamasi Kemerdekaan di Kawasan elit. Aku tak ingin ini terjadi. Betapa terkutuknya jika benar adanya. Dimana rasa kemanusiaanku? Di pusarkah?
Enam bulan lagi si bayi muncul ke muka bumi. Ia akan tumbuh menjadi bunga yang memancarkan warna mencolok penghias alam. Semerbak kelopak dan sarinya menguar dan mendentum setiap insan yang memperhatikan dirinya. Rambut hitam menjuntai, lenggok badannya di panggung pamer baju, dan ulas senyum apik tertata, menemani hari hari keponakanku. Indah dan mengasyikkan saat menyaksikan momen ini.
Anak anakku sendiri kumasukkan ke Pondok Pesantren. Semuanya. Dan keponakanku nantinya kuingin ia menjadi model papan atas. Menghasikan banyak uang untuk melunasi utang ayahnya kepadaku.
halah...cerpen tho...kirain :P
BalasHapusKirain ape hayo? hahaha.
BalasHapusKudedikasikan cerita eni kepada para sindikat jual beli bayi di seluruh Nusantara. Dah kaya halaman pujian nopel belum Nop, kalimat entu? Moga2.
BalasHapusSudah, jual saja ke Syekh Tak Ter-Pudji itu.... Senengane kan daun muda. Hus, mulutmu, Fa....
Yu no what?
BalasHapusBiji tasbih syekh puji gedenya sak bola matamu lo, Pha. Lumayan buat benjol mulutmu. Ha6
BalasHapusAh, aku takut!!!
Ndhy, beri aku suaka!!!
Ke Zimbabwe
BalasHapus
BalasHapusYang recehannya saja bernominal sampai jutaan dolar itu?
Lali aku mah. Entu Zimbabwe, Purwodadi, atau Indonesia. Ruwet aku je.
BalasHapus
BalasHapusKok namanya Purwowedi, sih? Memangnya apa yang menakutkan?
Enak saja.
BalasHapusPurwodadi
Dadi adalah jadi
Jadilah kau kancil. Terbang sana.
BalasHapusNananana.... Kukencingi para aristokrat dari langit, bak curah rejeki berwarna kuning adanya.... Hus, Ndhy, jangan ditampung!!! Kotor itu, jeeee....
OKe. Tidak aku lakukan.
BalasHapusEh eyu itu pengacaran, jadi jangan melakukan perang terhadap kebejatan. Pamali atuhhh.
Ga dipakai artis mah jasamu. hahaha
BalasHapusAku kan pengacara wong kere sepertimu. Terima pembayaran berupa padi, ayam, kambing, singkong, ubi rambat, ketelo, gadung, talas, asal jangan ubi racun saja.
Sori aku orang kaya. Aku ga mau berdoa jadi orang miskin.
BalasHapus
BalasHapusAmin.
Itu lebi baik. Amin pula.
BalasHapus
BalasHapusAku demonstran bayaran, tugasku mengaminkan demi Rp. 25 ribu. Astaga, murahnya.
Kau tak lhat efek Phk massal tahun ini? 25ribu adalah pilian amat realistis.
BalasHapus
BalasHapusAh, untung kau dukung langkahku. Kau sudah dapat kerja?
Mencari atau membuat?
BalasHapusSama sama kujalani. Jadi aku tidak terlalu tertekan.
Aku terus memacu insting wirausahaku. Jalan2 cari ide. Buat tulisan n bisnis. Ngirim lamaran frilen yg blm ad kbar. Huwahaha.
Merintis dapat beasiswa.Ni aq di Yogya. Entah apa lagi. Penting sekarang aku fokus ngejar jadi dosen.
BalasHapusHalah, malangnya nasib para mahasiswa itu....
Mari kita kasih nasi bungkus.
BalasHapus