Cicing Kangkung Pulau Lombok: Petualangan Ekstrim Menembus Keangkeran Istana
Malam penuh keinginan pipis. Bandung kembali ke tempo dulu. Dingin, diganjar hujan sepanjang hari. Meski air limbah digelontorkan deras dari pipa pipa dekil perusahaan besar, tak masalah. Kaki kami masih kuat menahan amukan zat kimia penawar penyakit kanker. Kota ini benar benar kembali ke masa lalu. Stop, rewind, wek wek wek, tak ada pengulangan bagi otak kreatif. Stop, play again. Bandung, stop, rewind 2 detik, stop. Play next section. Yes.
Berganti adegan thriller
Pemirsa, saya Bara Mukerje, pakar kuliner. Kita berada di Pantai Lombok, Pemirsa. Elok, tak bisa saya jelaskan. Nyiur hijau siap disodok, jatuh kelapa ditusuk pipet masuk mulut. Lega haus. Tinggal menunggu hidangan. Ada yang spesial kali ini. Pemirsa, tahukah Anda jika Pantai sangat dekat dengan masakan laut. Pasti, tebakan Anda tidak meleset jauh. Syuting kita akan membuat menu khas Lombok, Cicing Kangkung a la Bara Mukerje. Mari kita membuka acara ini dengan slogan tak kalah keren dari Mak Nyus. Baik, ucapkan 3 kali.
Aca, aca, aca. Tepat, goyang kepala Anda membius. Tenang Pemirsa ini bukan ritual kenorakan. Tanda kasih sayang Bara Mukerje kepada Bapa Produser asli Punjab. Mari beri seloroh.
Memetik kangkung di dekat galangan sawah. Tanpa zat kimia menempel. Ini Lombok bukan Bandung. Kita sudah berkelana ke ujung negeri. Berawal dari imajinasi turun ke kaki. Jejak langkah pelesatan harga diri. Melambung tinggi setelah dibunuh karakter oleh Tuan Tanah. Meledak jantung dia, Yang Dipertuan Jumawa. Sekarang aku menjadi koki andal. Lihatlah.
Baik Pemirsa, hidangan telah matang. Mari makan bersama. Pakai tangan, jangan kaki. Kesopanan harus ditegakkan. Tegak, mancur, seperti alat vital lelaki mencari dinding rahim. Tekan, tekan, sperma membuahi ovum. Anak, anak diturunkan untuk dimatikan. Oleh kebengisan raja lalim. Bunuh, bunuh, tusuk matanya dengan pisau berkarat.
Oh Dewata. Terima kasih atas makanan yang telah terhidang. Semoga ibu di surga mencicipi pula.
Pulau Lombok penuh gelora
Berganti adegan thriller
Pemirsa, saya Bara Mukerje, pakar kuliner. Kita berada di Pantai Lombok, Pemirsa. Elok, tak bisa saya jelaskan. Nyiur hijau siap disodok, jatuh kelapa ditusuk pipet masuk mulut. Lega haus. Tinggal menunggu hidangan. Ada yang spesial kali ini. Pemirsa, tahukah Anda jika Pantai sangat dekat dengan masakan laut. Pasti, tebakan Anda tidak meleset jauh. Syuting kita akan membuat menu khas Lombok, Cicing Kangkung a la Bara Mukerje. Mari kita membuka acara ini dengan slogan tak kalah keren dari Mak Nyus. Baik, ucapkan 3 kali.
Aca, aca, aca. Tepat, goyang kepala Anda membius. Tenang Pemirsa ini bukan ritual kenorakan. Tanda kasih sayang Bara Mukerje kepada Bapa Produser asli Punjab. Mari beri seloroh.
Memetik kangkung di dekat galangan sawah. Tanpa zat kimia menempel. Ini Lombok bukan Bandung. Kita sudah berkelana ke ujung negeri. Berawal dari imajinasi turun ke kaki. Jejak langkah pelesatan harga diri. Melambung tinggi setelah dibunuh karakter oleh Tuan Tanah. Meledak jantung dia, Yang Dipertuan Jumawa. Sekarang aku menjadi koki andal. Lihatlah.
Baik Pemirsa, hidangan telah matang. Mari makan bersama. Pakai tangan, jangan kaki. Kesopanan harus ditegakkan. Tegak, mancur, seperti alat vital lelaki mencari dinding rahim. Tekan, tekan, sperma membuahi ovum. Anak, anak diturunkan untuk dimatikan. Oleh kebengisan raja lalim. Bunuh, bunuh, tusuk matanya dengan pisau berkarat.
Oh Dewata. Terima kasih atas makanan yang telah terhidang. Semoga ibu di surga mencicipi pula.
Pulau Lombok penuh gelora
Post a Comment