Burungku Malang, Burungku Sayang
Aku memberi makan dua burung kecil di dalam sangkar. Kuasupkan butiran beras ke paruh salah satunya. Matanya berkelejot menahan ukuran beras yang kusuguhkan, ingin menelan tapi tak kuasa. Burung lain merengek dari jeritannya yang membahana. Menekan telingaku. Sepertinya dia cemburu, melihat temannya yang lebih diperhatikan. Aku mengalihkan perhatian kepadanya. Berharap kucuran kasih sayangku terbagi dengan rata.
Setiap pagi dan sore menjelang maghrib, aku selalu memberi makan binatang kesukaanku itu. Temanku di kala senggang, menikmati matahari yang perlahan bergerak ditelan gunung. Kantung beras kugerakkan, suaranya menolehkan leher dua burungku. Di dalam sangkar, dalam sempitnya kebebasan, mereka memohon kehidupan dariku. Berteriak, entah berontak atau memohon, aku menyodorkan tangan beserta makanan yang kadang berganti tiap minggu. Burungku malang, burungku sayang.
Di dahan pohon kapuk, kulihat satu burung dekil meloncat-loncat. Memamerkan keberaniannya, menelengkan kepalanya, dan menggerak-gerakkan paruh mungilnya. Ia menari-nari di antara goyangan angin yang memain-mainkan dedaunan. Burung apakah itu, aku tak peduli. Sepertinya ia berasal dari golongan burung yang tak laku jika diperjualbelikan. Sudah dua burung piaraan di dalam sangkar berwarna-warni yang kupunya. Tak ada alasan untuk berpaling hati.
Cericit dua burungku sudah mereda. Tampaknya mereka mengantuk setelah kusuapi. Dengan agak malas, salah satu mendekati kaleng air di pojok sangkar. Mengikuti dengan mata yang menyipit, temannya ikut menyesap air matang yang kusajikan. Hatiku tenang, sesyahdu jiwa dua burungku yang kukerangkeng dengan belitan kasih sayang.
Minggu ini persediaan makan kedua burungku hampir habis. Usai kuliah aku sempatkan berbelanja di Pasar Burung Ngasem. Memilih makanan dengan gizi baru agar hidup binatang piaraanku marak. Mengayuh sepeda kumbang peninggalan eyang kakung, aku bersiul sepanjang jalan menirukan suara dua burung kesayanganku.
Kututup pintu sangkar, berharap kucing jahat tak terkesan lagi untuk mengintai. Keamanan penuh buat binatangku. Kugantungkan di depan rumah agar mereka menikmati aneka pepohonan hijau dan kuning. Menikmati mentari yang berpijar tak henti-hentinya. Burungku sayang, semarakkan pagi dan soreku dengan celotehmu, selalu.
Setiap pagi dan sore menjelang maghrib, aku selalu memberi makan binatang kesukaanku itu. Temanku di kala senggang, menikmati matahari yang perlahan bergerak ditelan gunung. Kantung beras kugerakkan, suaranya menolehkan leher dua burungku. Di dalam sangkar, dalam sempitnya kebebasan, mereka memohon kehidupan dariku. Berteriak, entah berontak atau memohon, aku menyodorkan tangan beserta makanan yang kadang berganti tiap minggu. Burungku malang, burungku sayang.
Di dahan pohon kapuk, kulihat satu burung dekil meloncat-loncat. Memamerkan keberaniannya, menelengkan kepalanya, dan menggerak-gerakkan paruh mungilnya. Ia menari-nari di antara goyangan angin yang memain-mainkan dedaunan. Burung apakah itu, aku tak peduli. Sepertinya ia berasal dari golongan burung yang tak laku jika diperjualbelikan. Sudah dua burung piaraan di dalam sangkar berwarna-warni yang kupunya. Tak ada alasan untuk berpaling hati.
Cericit dua burungku sudah mereda. Tampaknya mereka mengantuk setelah kusuapi. Dengan agak malas, salah satu mendekati kaleng air di pojok sangkar. Mengikuti dengan mata yang menyipit, temannya ikut menyesap air matang yang kusajikan. Hatiku tenang, sesyahdu jiwa dua burungku yang kukerangkeng dengan belitan kasih sayang.
Minggu ini persediaan makan kedua burungku hampir habis. Usai kuliah aku sempatkan berbelanja di Pasar Burung Ngasem. Memilih makanan dengan gizi baru agar hidup binatang piaraanku marak. Mengayuh sepeda kumbang peninggalan eyang kakung, aku bersiul sepanjang jalan menirukan suara dua burung kesayanganku.
Kututup pintu sangkar, berharap kucing jahat tak terkesan lagi untuk mengintai. Keamanan penuh buat binatangku. Kugantungkan di depan rumah agar mereka menikmati aneka pepohonan hijau dan kuning. Menikmati mentari yang berpijar tak henti-hentinya. Burungku sayang, semarakkan pagi dan soreku dengan celotehmu, selalu.
Post a Comment