Gadis-Sepeda dengan Jepit Rambut Pink Murah
Jantungku berpacu bersama jantung si gadis pembalap di sebelahku. Rem sepedanya terdengar jelas di telingaku. Kaki kanan yang memijak tanah, kupandang perlahan dan kuamati tanpa sepengetahuannya. Dia masih berbincang dengan teman perempuannya, memastikan pembicaraan semalam yang terputus. Sepatu olahraga warna hitam yang kotor di sana-sini, menunjukkan jika dia seorang gadis yang menghargai sebuah pengorbanan. Bagaimana tidak, di saat perempuan lain bersolek, menunggu jemputan mobil sang pacar, dia masih mau bersepeda menuju kantor.
Senyum terkulumnya menuju mukaku. Aku langsung menunduk, berharap agar dia tidak melonjak hati. Kuteruskan jalanku, dengan senyum yang sedikit kutekan. Dia langsung memarkir sepedanya di tempat yang rimbun, melaluiku dengan sapaan hangat di pagi cerah.
"Pagi, Mas Agus!" sapanya riang.
Kujawab seadanya karena memang aku tak berharap untuk diperhatikan.
Perempuan berkerudung dengan postur di atas rata-rata itu melangkah pasti. Serasa pagi ini akan direngkuhinya dengan sempurna. Wajahnya yang berpeluh, bagaikan tambang minyak, menyeringai sekali lagi kepadaku. Aku balas dengan tatapan dingin. Kusembunyikan dan ingin kuhadirkan pada suatu hari nanti.
Aku terlewatkan oleh satu hal. Mengapa gerakan tangan gadis itu saat mengunci sepeda raib begitu saja. Rasanya aku baru saja kehilangan saat terindah darinya. Melilitkan rantai pengaman, mengatupkan gembok, dan gemerincing kunci, adalah hal yang istimewa bagiku. Keindahan yang jarang kulihat di samudera bising motor dan hiruk pikuk mobil di seluruh penjuru kota. Tak masalah, esok lusa aku akan mengintai gadis itu kembali. Kupastikan waktu masuk kantorku dengannya hampir bertepatan.
"Selamat bekerja, wahai Gadis Sepeda!" batinku.
Senyum terkulumnya menuju mukaku. Aku langsung menunduk, berharap agar dia tidak melonjak hati. Kuteruskan jalanku, dengan senyum yang sedikit kutekan. Dia langsung memarkir sepedanya di tempat yang rimbun, melaluiku dengan sapaan hangat di pagi cerah.
"Pagi, Mas Agus!" sapanya riang.
Kujawab seadanya karena memang aku tak berharap untuk diperhatikan.
Perempuan berkerudung dengan postur di atas rata-rata itu melangkah pasti. Serasa pagi ini akan direngkuhinya dengan sempurna. Wajahnya yang berpeluh, bagaikan tambang minyak, menyeringai sekali lagi kepadaku. Aku balas dengan tatapan dingin. Kusembunyikan dan ingin kuhadirkan pada suatu hari nanti.
Aku terlewatkan oleh satu hal. Mengapa gerakan tangan gadis itu saat mengunci sepeda raib begitu saja. Rasanya aku baru saja kehilangan saat terindah darinya. Melilitkan rantai pengaman, mengatupkan gembok, dan gemerincing kunci, adalah hal yang istimewa bagiku. Keindahan yang jarang kulihat di samudera bising motor dan hiruk pikuk mobil di seluruh penjuru kota. Tak masalah, esok lusa aku akan mengintai gadis itu kembali. Kupastikan waktu masuk kantorku dengannya hampir bertepatan.
"Selamat bekerja, wahai Gadis Sepeda!" batinku.
wihihi.. cerita untuk diriku ini teh?
BalasHapusjadi tersandung... wehehehe
Bukan dong ...
BalasHapusuntuk para penggemar sepeda di seluruh tanah air.
Selamat untuk kalian!
Semoga Tuhan memberkati.
Terima kasih
Salam dari Ketua RT. 65 RW. 765
Banyak banget ya RW nya