Header Ads

Teringat Mukena Rombeng Bundaku

Aku teringat mukena bundaku. Sudah berumur sepuluh tahun mungkin. Renda-renda tak lengkapnya masih membekas di jiwaku. Dan mukanya yang bersih masih kuingat. Putih karena selalu melantunkan pujian kepada pemilik hidup. Aku terus merasakan aliran cintanya, tak hanya aku berada di sisinya saja, hingga kutumbuh sebesar ini. Cintanya tak pernah putus walau jarak memisahkan raga kami.

    Malam ini kuyakin dia melantunkan doa untukku. Mengembuskannya melalui mulutnya yang bertuah dan hatinya yang lembut.

    "Bunda, aku tak kuat menahan tangis saat mengingatmu.Terlalu banyak kasih yang kau berikan, dan aku tak sanggup membalas semuanya. Ingin kuganti mukenamu dengan yang baru. Agar cintamu kepada Tuhan lebih dalam. Dan aku mendapatkan percikan cinta yang kau unduh."

            Telunjuk yang dia acungkan saat sembahyang juga masih kuingat. Jari-jarinya yang membersihkan hidungku saat demam meneteskan cairan kental. Pelukan hangatnya masih terasa sampai detik ini.

        "Bunda, aku tak kuat menahan rasa rindu ini. Ingin kubelikan dirimu sebuah sajadah baru. Menggantikan lembaran kusut yang menemanimu di saat bersujud. Dan kuberikan tasbih agar tak lagi kau menggunakan buku-buku jari saat menyebut nama Tuhan. Bunda ... rasanya aku ingin berteriak jika mengingatmu. Aku rindu tak terperi.

         "Tak kuat lagi kumenulis kata-kata ini, Bunda. Tak bisa kumembalas lautan cintamu. Dan aku hanya bisa mendekati semua ini dengan kerja kerasku mengubah hidup. Yang entah kapan berlabuh."

Tidak ada komentar