Tenggelam di Palung Jiwa
Aku rindu debur ombak yang menentramkan jiwa. Juga dinginnya air asin yang mempermainkan jemari kakiku. Menyerapkannya ke atas menuju jantungku. Mataku memandang luas lautan yang biru. Melalui mata indahku yang membutakan. Melihat sekeliling dunia sesungguhnya dengan terpejam. Membungkuk tanpa pernah berdiri tegak. Mengecilkan ukuran dunia yang seharusnya kuhitung dengan pasti. Hidupku terbentang luas menembus cakrawala, namun tak dalam menyentuh palung laut.
Jika kumemilih hidup ini, dunia macam isi lautan yang kucitakan. Burung melayang di atasnya, air bebas berkehendak, garam bersembunyi, dan satwa liar berlari-lari kecil di bawahnya. Ingin kumenjadi salah satunya; burung camar melanglang di buana. Terbang lepas dengan kepakan lebarnya sembari mengoakkan suara beningnya.
Haus kumerindukan kesejukan hidup maya itu. Serasa menyesap air asin yang membuat kerongkongan selalu ingin terus menenggak. Kehidupan dunia penuh dengan kebencian dan dusta yang kubuat sendiri. Terlalu dipermainkan hingga alam pun menertawakanku. Terkekeh melihat tubuhku yang tak menyatu dengan jiwa. Pecah dan berceceran di pantai harapan. Semu yang kudapat. Sekelilingku hanyalah musuh yang harus kumusnahkan. Tak lebih hebat dibandingkan diriku yang meraksasa.
Seru alam mengesiapkan lamunanku. Aku sadar tak patut terlalu lama berada dalam kesepian ini. Ruang jiwa di hati insan lain pasti menerimaku. Asal kumampu melepaskan segala kedirianku yang menggumpal. Dan harus kupecahkan mulai dari pemikiranku terlebih dahulu. Bukan dari orang lain.
Post a Comment