Header Ads

Makasih Allah, kami Menikah (Serangan Romatis di Fajar Dingin)

Pagi indah dengan sejuta kenikmatan menjadi milikku bersama kekasihku. Dia telah berada di sampingku setelah melepaskan malam ternikmat dalam hidup. Dalam hidupku juga kekasihku. Malam telah usai dengan kelegaan luar biasa yang memunculkan semangat hidup. Diiringi kicau burung dan embus angin sejuk, aku dan kekasihku merebahkan diri sembari membayangkan malam yang baru saja kami lampaui.

            Tak terasa sudah sepuluh tahun kami membina biduk keluarga. Waktu yang sungguh cepat karena kami merasakan detik per detik kematangan diri kami. Juga terkadang melambat karena peliknya masalah yang harus kami lewati. Semua berbaur menjadi satu, mengikat perasaan dan jiwa kami. Cinta kami semakin tumbuh seiring keriput yang kami hasilkan melawan masa.

            Kami biarkan angin menjadi liar dan menjelajahi tubuh kami yang tak berbusana. Memberi kesempatan sang bayu untuk menyucikan hati kami yang kotor karena nafsu. Tak cukup dua anak yang telah kami miliki, kami menginginkan banyak lagi keturunan agar keluarga kami lebih semarak. Serasa tak kuat menahan kenakalan sang angin, aku segera bangkit meninggalkan kekasihku yang pura-pura terlelap. Kupasang baju dan menuju ke dapur.            

            Anak-anak di kamar lain masih bermain di alam mimpi mereka. Aku tak mau mengganggu kesenangan mereka yang mungkin sedang bermimpi bermain dengan ibunya. Biarlah mereka bermain di pagi ini, hari libur panjang setelah anak-anak menyelesaikan tingkat sekolah.

            Aku menyempatkan mengintip mereka dari celah pintu yang dibiarkan terbuka. Sengaja mereka tidak menutup rapat pintu agar ayah dan ibu mereka dengan cepat membantu jika ada jin jahat yang berkunjung di mimpi mereka. Ide menarik dari mulut kecil mereka. Posisi tidur mereka sangat mirip dengan ibunya. Inilah yang selalu membuatku rindu dengan mereka, dan tentu saja ibunya. Pekerjaan rutinku serasa hilang kepenatannya jika melihat mereka tidur. Surga itu menjelma di hadapanku.

            Rasa lapar mulai menyerangku. Kulanjutkan melangkah ke dapur, aku memikirkan resep masakan apa yang ingin kubuat. Aku terus terang tak pandai memasak, seluruh pekerjaan rumah selalu menjadi tanggungjawab kekasihku. Pemasok energi, begitulah aku sering berkelakar menyebut namaku kepada istriku. Sudah lama sekali aku tak merasakan bau elpiji dan hangatnya uap air yang mendidih. Terus bergulat dengan aneka pertanyaan, aku memutuskan untuk memasak air terlebih dahulu. Teh panas agaknya akan menjadi sesapan manis di pagi sejuk ini.

            Tak susah. Dan beberapa menit kemudian air telah mendidih.

            Nasi goreng ....

 

(Bersambung)

Tidak ada komentar