Sensasi Nginang, Melegakan!
Pernah dengar susur, nginang, atau apalah namanya? Ya, betul! Jika Anda menjawab dengan membayangkan seorang nenek tua denga asyiknya memainkan "sesuatu" berwarna merah di mulutnya, itulah jawabannya.
Daun sirih, injet atau kapur yang telah dibersihkan, ditambah dengan gambir, adalah bahan dasar buat nyusur atau nginang.
Memori susur
Aku mengenal susur sudah lama sekali. Waktu aku masih SD. Waktu itu, di depan warung bundaku banyak pedagang aneka kebutuhan rumah tangga. Kebanyakan ibu-ibu. Hebat, ya! Aku baru sadar kekuatan seorang ibu dan perempuan. Mereka ada yang menjual seperti makanan siap saji, yang tak kalah enak dibandingkan Pret Chicken, ataupun onderdil khas perempuan.
Nah, ada yang mengusikku sampai detik ini. Simbah penjual Susur. Mengapa dia dengan senang hati, tanpa pemikiran ekonomi yang rumit, berbisnis susur. Padahal ada beberapa kendala yang menurutku tak masuk akal menjualnya. Karena:
1. Harga murah
2. Konsumen yang sangat jarang
3. Tak elit
Kalau dihitung dengan matematika, apa motivasi simbah itu menjualnya. Tak ada untungnya. Konsumen moderen juga lebih suka menggosok giginya dengan pasta gigi super mahal yang menawarkan sejuta sensasi di mulut. Elit ... m ... m ... jelas tak elit lah! Zaman sudah berkembang, tapi masih menggeluti susur yang boleh dikatakan primitif.
Tapi tunggu dulu! Aku penasaran sekali dengan hal ini.
Impian Menjelma
KKN bukan sekadar ajang untuk mencari nilai kuliah A, ataupun belajar bersosialisasi. Aku malah asyik mencari ketenaran di mana-mana. Sampai pak Kadus yang tempatnya aku inapi geleng-geleng kepala. Dasar anak tak tahu diuntung! Mungkin itu selorohnya. Tapi aku cuek saja.
Eng ... ing ... eng ... Pucuk ditiba ulam adalah ikan dalam bahasa Jawa. Impian itu menjadi kenyataan yang tak terduga. Nenek-nenek yang menggemariku, selain tentu ibu-ibu PKK yang menjulukiku si lucu, ternyata suka menginang. Tadaaa ...
"Mbah, boleh saya coba susur itu?" tanyaku.
"Apa?! Apa ndak salah kuping Simbah?" tanyanya tak percaya.
"Masak orang ganteng bohong, Mbah. Ntar bisa dikutuk jadi jelek," candaku.
"Kalau Aden mau, mangga silahkan!" tawarnya.
Cihuiii ... asyik aku dapat pengalaman baru. Teman KKNku satu rumah sudah hampir muntah-muntah ketika aku mulai melakukan kegiatan eksotis ini. Aku mulai dibantu nenek itu membuat susur ajaib.
Pertama, campur daun sirih, injet, dan gambir.
Selanjutnya, masukkan ke dalam mulut.
Ketiga, kunyah sampai cairan merah muncul di mulut.
Hi ... hi ... hi ... Lucu banget rasanya!
Semua temanku pada kabur melihat aksiku yang tak kocak banget. Jijik dan tak masuk akal menurut mereka. Masak anak kuliahan nyusur. Laki-laki pula!
Eits ... tunggu dulu, di daerah Sumatera, budaya menginang bukan monopoli perempuan tua. Tapi, tua dan muda menyukainya.
Ternyata, tidak salah aku mencobanya. Seru juga, kok. Cuma syaratnya jangan terlalu berlebihan melakukannya. Bisa rusak. Kalau terjadwal, bisa membikin gigi kuat. Percaya, deh!
Wah, enak juga ya punya pengalaman itu. Amazing kind of my life. Semoga kelak aku menemukan sesuatu yang mencengangkan. Tentunya, bisa dipertimbangkan dengan layak.
Go man go!
Daun sirih, injet atau kapur yang telah dibersihkan, ditambah dengan gambir, adalah bahan dasar buat nyusur atau nginang.
Memori susur
Aku mengenal susur sudah lama sekali. Waktu aku masih SD. Waktu itu, di depan warung bundaku banyak pedagang aneka kebutuhan rumah tangga. Kebanyakan ibu-ibu. Hebat, ya! Aku baru sadar kekuatan seorang ibu dan perempuan. Mereka ada yang menjual seperti makanan siap saji, yang tak kalah enak dibandingkan Pret Chicken, ataupun onderdil khas perempuan.
Nah, ada yang mengusikku sampai detik ini. Simbah penjual Susur. Mengapa dia dengan senang hati, tanpa pemikiran ekonomi yang rumit, berbisnis susur. Padahal ada beberapa kendala yang menurutku tak masuk akal menjualnya. Karena:
1. Harga murah
2. Konsumen yang sangat jarang
3. Tak elit
Kalau dihitung dengan matematika, apa motivasi simbah itu menjualnya. Tak ada untungnya. Konsumen moderen juga lebih suka menggosok giginya dengan pasta gigi super mahal yang menawarkan sejuta sensasi di mulut. Elit ... m ... m ... jelas tak elit lah! Zaman sudah berkembang, tapi masih menggeluti susur yang boleh dikatakan primitif.
Tapi tunggu dulu! Aku penasaran sekali dengan hal ini.
Impian Menjelma
KKN bukan sekadar ajang untuk mencari nilai kuliah A, ataupun belajar bersosialisasi. Aku malah asyik mencari ketenaran di mana-mana. Sampai pak Kadus yang tempatnya aku inapi geleng-geleng kepala. Dasar anak tak tahu diuntung! Mungkin itu selorohnya. Tapi aku cuek saja.
Eng ... ing ... eng ... Pucuk ditiba ulam adalah ikan dalam bahasa Jawa. Impian itu menjadi kenyataan yang tak terduga. Nenek-nenek yang menggemariku, selain tentu ibu-ibu PKK yang menjulukiku si lucu, ternyata suka menginang. Tadaaa ...
"Mbah, boleh saya coba susur itu?" tanyaku.
"Apa?! Apa ndak salah kuping Simbah?" tanyanya tak percaya.
"Masak orang ganteng bohong, Mbah. Ntar bisa dikutuk jadi jelek," candaku.
"Kalau Aden mau, mangga silahkan!" tawarnya.
Cihuiii ... asyik aku dapat pengalaman baru. Teman KKNku satu rumah sudah hampir muntah-muntah ketika aku mulai melakukan kegiatan eksotis ini. Aku mulai dibantu nenek itu membuat susur ajaib.
Pertama, campur daun sirih, injet, dan gambir.
Selanjutnya, masukkan ke dalam mulut.
Ketiga, kunyah sampai cairan merah muncul di mulut.
Hi ... hi ... hi ... Lucu banget rasanya!
Semua temanku pada kabur melihat aksiku yang tak kocak banget. Jijik dan tak masuk akal menurut mereka. Masak anak kuliahan nyusur. Laki-laki pula!
Eits ... tunggu dulu, di daerah Sumatera, budaya menginang bukan monopoli perempuan tua. Tapi, tua dan muda menyukainya.
Ternyata, tidak salah aku mencobanya. Seru juga, kok. Cuma syaratnya jangan terlalu berlebihan melakukannya. Bisa rusak. Kalau terjadwal, bisa membikin gigi kuat. Percaya, deh!
Wah, enak juga ya punya pengalaman itu. Amazing kind of my life. Semoga kelak aku menemukan sesuatu yang mencengangkan. Tentunya, bisa dipertimbangkan dengan layak.
Go man go!
Lo, benar nginang! Edan! Insyap mas ...
BalasHapusKan, enak?! Mau coba?
BalasHapusga usah banget! makanan kambing itu
BalasHapusjangan gitu, lah. Kita kan, dilihat umum. Sabar, ya!
BalasHapus