Header Ads

Pendekar Mata Cowel Lawan Janda Kekar

    Pendekar mabuk kepayang memanah asmara, duinggg .... kena seorang janda. Kontan sang pujaan desa itu marah dan segala rupa umpatan mengalir manja dari mulut dowernya. Si pendekar dengan tangkas mengedipkan matanya, ting ting ting ... sang janda terjerat cinta. Apa daya memang emosi luluh, hanya karena sentuhan lembut menggoda.
    Janda mendekati si pendekar ... kresek kresek kresek. Hamparan daun ikut meminta jatah asmara mereka. Si pendekar beringsut mundur ... breg breg breg. Semua terkesan sentimentil dengan nada angin yang mengikutinya, wus wus wus .... Aduhai indah sekali dalam belaian alam, usssss .... ussss ....
    Pendekar tak tahan lagi, dilangkahkan kakinya ke muka ... gleset gleset gleset. Sang Janda mendadak mengambil sikap diam, glek glek glek ... Pendekar menghentikan langkahnya, Sret ... srett ...
    "Sudahlah tidak usah berbasa-basi, kali ini kita harus menyelesaikan urusan kita!" Tantang si janda.
    "Baiklah, aku juga tak sudi kau terus mengejarku." jawab pendekar mata satu. Di episode lain akan diceritakan si pendekar copot satu matanya.
    "Hah, bedebah! Selama ini kau selalu menghindariku hanya karena aku janda tua beranak satu itu pun cacingan? Buruk sekali perangaimu!"
    "Aku tak peduli, jadi sekarang harus kita selesaikan."
    "Itu terserah kau, aku hanya butuh kepastian darimu!"
    "Baik, kita selesaikan di rumah kosong itu!"
    "Tidak ... di sini saja. Biar aneka hewan tahu betapa janggalnya dirimu, Pendekar Tengik!"
    Suasana memanas, panas bagai air yang dididihkan untuk mandi sang raja. Baik si pendekar atau pun janda molek beranak satu itu tak mau mengalah.
    "Sekarang bagaimana? Aku sudah siap!" Pendekar menantang
    "Jangan macam-macam, cabikan mautku akan membuatmu hina."
    "Jadi utangku berapa? Hitung, Neng!"
    "30 ribu saja, kontan ya."

3 komentar: