MELELEH di ICE AGE DUFAN
Kapok betul di wahana kora kora Dufan, saya hanya bisa mengamati teman teman dosen dan para mahasiswa naik histeria. Itu, permainan yang melontarkan penumpangnya ke langit. Memang sih saya lihat keamanannya terjamin sekali. Namun, sekali lagi, nehi untuk meneruskan petualangan di Dufan sore itu. Cukup duduk selonjor, di antara desing tawa teman dosen dan cekikikan mahasiswa, saya menikmati orang orang dengan gagah berani mencoba histeria.
Tepat jam tiga sore, serangan rayuan maut teman dosen menerjang saya. Mereka terus membujuk agar saya mencoba wahana ini dan itu. Untuk mengelabuhi saya, mereka mengajak saya cari es krim agar saya terlena. Bangkit dari duduk, saya pengin melepaskan ketegangan dengan menjilat dinginnya es krim rasa cokelat. Ayo, Bos!
***
Satu es krim sudah di tangan saya. Sensasi dingin merambati tenggorokan saya dan menepiskan ketakutan saya. Kora kora telah hilang dari ingatan saya berganti kegembiraan makan es krim yang manis manis manja.
Jalan jalan mengitari Dufan bersama teman teman dosen, tibalah di wahana ice age. Hawa dingin menguar dari tempat yang didesain goa goa. Salah satu teman menawari saya agar masuk dan merasai petualangan di dalamnya. Saya enggan karena kora kora. Pasti menakutkan!
'Ogah, nanti bikin pusing saya kaya tadi!' jawab saya tegas.
'Nggak, Pak Danie. Ini cuma main seluncur es ....' kata teman saya meyakinkan.
Ah, main seluncur es? Sudah lama saya menginginkan main ice skating kaya penari balet yang lihai memamerkan keahliannya. Inilah kesempatan saya, siap tahu jadi atlet olimpiade musim dingin pertama Indonesia. Meski usia sudah mendekati empat puluh tahun, tak apalah saya mencobanya.
***
Antrean mengular di gerbang masuk wahana. Saya benci mengantri. Menurut saya, itu tindakan orang orang yang mengatakan diri sebagai pedisiplin. Apa sih susahnya jadi orang tak teratur? Lihat mereka yang tak menyukai keteraturan, bukankah hidup mereka lebih enak dan tak berpikir yang berat berat. Hidup serasa santai bak di pantai!
Akhirnya, kami berenam para dosen yang mendampingi mahasiswa yang sudah bergentayangan seantero Dufan, masuk dan menyusuri lorong lorong dingin Ice Age. Lumayan capai dan saya dibuat penasaran ada apa gerangan yang akan terjadi di ujung lorong. Apakah akan bertemu dengan monster prasejarah dengan taring panjangnya yang siap menerkam diri saya seorang dan kelima teman saya tidak?
Suara riuh ada di depan saya dengan orang orang berkeremun yang padat. Ini lorong sempit dan banyak manusia di sini antre menunggu giliran masuk ruang utama. Antre lagi! Sial .... Saya megap megap dan imajinasi mengembara seolah diri saya beradai di terowongan Mina. Sebentar lagi saya mati terinjak injak oleh jamaah haji lain terutama orang orang Arab yang tinggi tegap berhidung elang yang konon berkarakter keras dan tak mau mengalah. Kehabisan oksigen!
Pikiran saya saat itu sudah tak terkontrol dan saya sesak napas. Desah mengeluh saya keluarkan dan terdengar oleh orang orang di dekat saya dengan tatapan mencurigakan. Empat teman saya sudah merangsek di depan, sedangkan saya hanya dengan Pak Hiron.
'Pak, saya nggak kuat! Balik saja ....' kepala saya pening bukan kepalang.
'Bentar lagi, Pak Danie.' katanya.
'Saya sebentar lagi sekarat, Pak ....'
'Bertahan, Pak!'
Saya lafazkan istighfar berkali kali memohon Tuhan memaafkan saya telah memilih dua wahana bangsat; kora kora dan sekarang ice age. Ini pemilihan terkonyol yang saya bikin! Permainan anak anak muda yang tak sesuai dengan umur saya. Saya tak pandai mengukur kekuatan fisik dan mental saya. Pun dalam kebimbangan yang sangat menekan perasaan, tibalah giliran masuk wahana ice age sesungguhnya. Ternyata, naik perahu! Saya punya trauma lagi dengan perahu .... Astaghfirulloh ....
Post a Comment