AACH ... AKU JATUH CINTA
Bagi Anda yang lahir di era 80 - 90an, menonton film besutan Garin Nugroho ini akan mengembalikan memori masa lampau yang indah, lucu, menggemaskan, dan bikin gonduk. Model celana cutbray salah satu contohnya. Belum lagi kebiasaan anak anak SMA tempo doeloe yang gemar menyelipkan sisir di saku belakang celana biar mudah merapikan rambut klimisnya, hidup di era sekarang seperti tak ada apa apanya.
Aach ... Aku Jatuh Cinta memotret kenangan itu dengan menampilkan kisah percintaan dua sejoli, Rumi dan Yulia, yang sarat tantangan. Rumi pada waktu itu anak badung dari seorang juragan limun dengan karyawan banyak. Kehidupannya serba enak yang seringkali menabrak aturan hingga mendapat hukuman ayahnya. Yulia, pemudi blasteran dari ibu Jawa dan bapak Eropa, ialah primadona yang membuat Rumi mabuk kepayang.
Sejalan waktu, Rumi dan Yulia yang bertetangga itu tumbuh besar dan mengalami konflik keluarga masing masing. Ayah Rumi bangkrut karena serbuan minuman bersoda lewat gempuran iklan di TV sedangkan ibu Yulia bercerai. Cinta Rumi dan Yulia mengalami masa paceklik. Tak ada kejelasan dan satu botol limun berisi pesan rahasia yang mereka tanam bersamalah jawaban atas status mereka.
***
Menonton Aach ... Aku Jatuh Cinta bagi saya tak ubahnya membaca sebuah puisi romantis dengan imajinasi di otak saya yang menari nari dengan gemulai. Bahasa baku yang dipilih tak mengurangi keseksian film. Justru poin plus. Pengambilan gambar juga memukau karena membidik sudut sudut cantik seperti lokasi pabrik gula dengan kereta kereta tebunya. Pemilihan tempat ini seperti duplikasi dari film 'Cinta dalam Sepotong Roti' karya yang sama dari Garin Nugroho.
Penampilan Chicco Jericho dan Pevita Pearce bisa dikatakan luar biasa. Klop. Saya mengangkat topi karena mereka mampu menampilkan percakapan baku yang tidak membosankan. Memang ada beberapa kata yang agaknya tak sesuai dengan masa itu kaya 'norak' dan kata berakhiran -in. Namun itu hanya mengurangi nilai sedikit dari karya ini.
Bagaimana dengan jumlah penonton film ini? Hanya tiga pasang alias enam orang. Di saat bersamaan, 'London Love Story' sedang panen penonton. Padahal jika ditilik secara kualitas, jangan pernah membandingkan kedua film ini. Garin Nugroho sudah berpangalaman menarik simpati sineas dan masyarakat luar negeri namun buruk dalam meraih simpati penonton di negerinya sendiri.
PR besar buat Garin Nugroho, namun saya yakin jika sutradara canggih ini tak akan peduli dan tetap melenggang dengan karya seni bermutu tingginya. Satu kalimat untuk Garin Nugroho: 'Trims berat, Mas Garin!'
Aach ... Aku Jatuh Cinta memotret kenangan itu dengan menampilkan kisah percintaan dua sejoli, Rumi dan Yulia, yang sarat tantangan. Rumi pada waktu itu anak badung dari seorang juragan limun dengan karyawan banyak. Kehidupannya serba enak yang seringkali menabrak aturan hingga mendapat hukuman ayahnya. Yulia, pemudi blasteran dari ibu Jawa dan bapak Eropa, ialah primadona yang membuat Rumi mabuk kepayang.
Sejalan waktu, Rumi dan Yulia yang bertetangga itu tumbuh besar dan mengalami konflik keluarga masing masing. Ayah Rumi bangkrut karena serbuan minuman bersoda lewat gempuran iklan di TV sedangkan ibu Yulia bercerai. Cinta Rumi dan Yulia mengalami masa paceklik. Tak ada kejelasan dan satu botol limun berisi pesan rahasia yang mereka tanam bersamalah jawaban atas status mereka.
***
Menonton Aach ... Aku Jatuh Cinta bagi saya tak ubahnya membaca sebuah puisi romantis dengan imajinasi di otak saya yang menari nari dengan gemulai. Bahasa baku yang dipilih tak mengurangi keseksian film. Justru poin plus. Pengambilan gambar juga memukau karena membidik sudut sudut cantik seperti lokasi pabrik gula dengan kereta kereta tebunya. Pemilihan tempat ini seperti duplikasi dari film 'Cinta dalam Sepotong Roti' karya yang sama dari Garin Nugroho.
Penampilan Chicco Jericho dan Pevita Pearce bisa dikatakan luar biasa. Klop. Saya mengangkat topi karena mereka mampu menampilkan percakapan baku yang tidak membosankan. Memang ada beberapa kata yang agaknya tak sesuai dengan masa itu kaya 'norak' dan kata berakhiran -in. Namun itu hanya mengurangi nilai sedikit dari karya ini.
Bagaimana dengan jumlah penonton film ini? Hanya tiga pasang alias enam orang. Di saat bersamaan, 'London Love Story' sedang panen penonton. Padahal jika ditilik secara kualitas, jangan pernah membandingkan kedua film ini. Garin Nugroho sudah berpangalaman menarik simpati sineas dan masyarakat luar negeri namun buruk dalam meraih simpati penonton di negerinya sendiri.
PR besar buat Garin Nugroho, namun saya yakin jika sutradara canggih ini tak akan peduli dan tetap melenggang dengan karya seni bermutu tingginya. Satu kalimat untuk Garin Nugroho: 'Trims berat, Mas Garin!'
Post a Comment