SHALAT JUMAT TERKILAT
Jika Anda mendapati shalat jumat hanya lima belas menit apa perasaan Anda? Gembirakah atau merasa durasi shalat kurang sehingga Anda merajuk rajuk ke sang imam untuk mengulangi shalat agar lebih lama?
Saya berada antara senang dan banyak pertanyaan menggelayuti pikiran saya. Sukanya, saya bisa buru buru melesat ke warung makan karena pagi tadi tidak sarapan. Namun itu tak menghilangkan pertanyaan kenapa sang imam yang sekaligus khotib di masjid Kampung Cibogo Wetan, Tangerang, tadi memimpin shalat jumat berakhir ringkas.
Sampai di masjid ketika muazin sudah azan, saya bergegas masuk. Sandal telah saya letakkan pada posisi tersulit maling menemukannya. Saf jamaah tidak rapih. Berantakan kaya kapal oling. Oya, saya baru kali pertama shalat jumat di masjid ini. Biasanya saya shalat di masjid dekat kantor yang para khotibnya punya suara menggelegar dengan telunjuk mereka menjurus ke jamaah. Bosan dengan ceramah yang bisa saya sebut garis keras, saya mencoba masjid Kampung Cibogo Wetan.
'Wah, muazinnya pegang tombak!' batin saya.
Sekelebat pikiran saya menerjemahkan tombak itu simbol sebuah peperangan melawan kedustaan. Kemunafikan telah merongrong manusia di muka bumi dan saya di antara ratusan masjid musti menolaknya. Kita harus tegas terhadap kezaliman! Kalau otak lagi beres memang saya berkata bagus begini.
Azan usai, jamaah shalat pembuka Jumat. Saya tak mau kalah dong dan berusaha khusyuk agar ucapan klasik "shalat Jumat dulu biar ganteng" betul betul terwujud. Setelah itu, sang khotib naik ke atas mimbar berukir. Ia berdiri menghadap jamaah, menerima uluran tombak dari muazin, mengulukkan salam, dan duduk dengan amat manis.
Lalu muazin azan lagi. Nada suaranya lebih bagus dari yang pertama. Saya mulai terserang virus mengantuk dengan perut saya yang kosong berontak. Sudah kebiasaan kalau shalat Jumat ialah masa tertenang dan syahdu untuk terlelap. Ceramah khotb laksana tembang nina bobo.
Tapi apa yang terjadi, Saudara saudara?
Ceramahnya cuma sebentar. Gerutu saya meletup letup. Tidur saya terganggu. Ditambah, bahasa yang sang khotib sampaikan Arab! Benar, bahasa gurun pasir dari awal sampai akhir!
Sepanjang ceramah, saya tak mengerti apa yang khotib bicarakan. Karena kesal, saya terjemah bebaskan isinya. Begini kira kira:
"Hei, Jamaah! Kau tahu nggak kalau saya lagi terbelit utang? Seratus juta! Bayangkan! Buat beli kambing saja bisa lima puluh ekor. Ini karena apa coba? Saya percaya rentenir. Biasa, gali lobang tutup lobang. Jadinya kaya gini!"
Sudah itu saja. Lima menit ceramahnya yang menurut saya mengerikan. Urusan rumah tangga jangan di bahas di masjid, Bos! Masjid tempat memupuk kebersamaan. Masalah rentenirmu, bahas sama keluarga Anda.
Kalimat penutup "assalamualaikum" seolah mengakhiri pertanyaan saya. Lepas shalat utama, saya berdoa semoga utang si khotib sekaligus imam masjid lunas. Eh, saya jadi ingat cuitan ustaz Yusuf Mansyur tempo lalu yang mengatakan semua bahasa di Bumi akan musnah kecuali bahasa Arab di alam kubur. Agaknya, sang khotib tadi secara tersirat menyuruh saya dan jamaah sekalian segera belajar bahasa Arab.
Post a Comment