DONGENG G 03 S PKI
Waktu kecil, Yani adik saya selalu mengingatkan saya tiap 30 September untuk menonton film "Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI". Katanya, ia nggak mau tertawa terpingkal pingkal sendirian meski ada bapak dan ibu yang menonton sembari makan kacang goreng. Saya dan Yani memang menganggap film yang kebanyakan teman saya menyebutnya "film ngeri" sebagai tontonan terlucu yang kami gemari.
'Kak Danie,' Yani menarik narik tangan saya pas di pintu rumah. Masih sepuluh menit lagi pemutaran filmnya. 'Aku paling suka, si mbak yang cuci muka sama darah bapaknya!'
Pun begitu dengan saya. Itu adegan favorit yang sampai sekarang melekat di otak saya sampai sampai menganggap alternatif berwudu jika tidak ada air dan debu. Yani tampak berbinar wajahnya dan tak sabar untuk menikmati film besutan Arifin C. Noer pada 1984 itu.
★★★
Ibu dan bapak kami sebenarnya tak suka dengan film G 30 S PKI. Mereka hanya menemani saya dan Yani, sesuai kewajiban yang Guru berikan untuk menontonnya, dan memastikan kami tidak tertawa terlampau keras karena itu tidak sopan.
'Ayo simak baik baik, Kak Danie. Dik Yani. Kalau bu guru pak guru tanya nanti harus bisa jawab. Terutama pas adegan jenderal jenderal itu disilet silet sama PKI! Kalau bisa jawab, nilainya seratus ...."
Ibu berkata seperti itu dengan bapak mengulas senyum yang meneduhkan. Tapi anehnya, waktu adegan penyiksaan para jenderal oleh PKI, ibu selalu tiap tahun minta izin pipis dan langsung menuju kamar tidur. Bapak yang menemani saya dan Yani.
'Pak, PKI kurang lucu, Pak!' seru saya. 'Itu biasa. Gimana kalau nyiksanya pakai bor beton, Pak?'
'Bagus, bagus, bagus, Kak Danie!' Yani menyetujui saya.
Adegan inilah yang sering teman teman di kelas obrolkan. Dan sekali lagi, mereka ngomong kalau nyaris muntah namun tak kuasa harus tetap menonton di depan TV karena besok paginya pasti bu guru pak guru menanyakannya. Tentunya seusai upacara Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.
'Pak, mustinya bukan Kesaktian Pancasila, Pak!' kata saya ke bapak.
'Apa, Dan?' Bapak bertanya sembari memasukkan kacang ke mulutnya. Ia memang menggemari kacang goreng namun sesekali makan gelas dan sebangsa beling karena profesinya seorang penunggang Kuda Lumping.
'Hari,' saya melihat Yani meminta persetujuan. Yani mengangguk. 'Hari Sepeda Gowes, Pak! Itu G 03 S, gowes, Pak! PKI itu Penggowes Keren Indonesia ....'
Bapak menempelkan telunjuknya ke hidungnya dan berucap "husss ....". Ia berpesan jangan sampai ibu dan bapak guru tahu tentang ide saya itu karena berujung rapor saya terbakar. Saya tidak naik kelas. Bapak kembali berkata jika laporkan saja film apa adanya karena itu kebenaran jadi ibu dan pak guru puas. Mereka, kata bapak, juga harus laporan ke atasan jadi harus serius. Tidak ada lelucon.
'Pak ....' saya merengek ingin berucap namun bapak memotong.
'Sudahlah, Dan!' ucapnya.
Bapak, sampai saat ini saya masih pengin bercerita pada teman teman tentang hasil menonton selama bertahun tahun bareng adik Yani tentang film Pengkhianatan G 30 S PKI. Ke bapak ibu guru jelas tak mungkin karena saya tidak tahu mereka di mana sekarang. Tapi pada teman teman saya, Pak. Saya ingin mengatakan:
'Ayo, saya tunjukkan film terlucu yang pernah saya tonton bareng bapak dan adik!'
Boleh ya, Pak?
Post a Comment