SI TAWAKAL PECINTA BERSEPEDA
Kabar itu merusak saya. Iman teman akrab saya yang gemar bersepeda ke manapun pergi wafat. Saya tak menyangka secepat itu ia meninggalkan dunia. Jatuh tersungkur saya di lantai, menetes netes air mata saya sembari saya melapnya dengan ujung lengan baju. Iman sudah memberi banyak cerita pada saya tentang ketangguhan mengejar sesuatu. Dan saat ia sukses, ia tetap rendah hati.
'Kenapa kau pilih selalu pakai sepeda, Man?' tanya saya saat ulang tahunnya yang ke dua puluh. Kami satu kampus.
Iman menjawab tenang, 'Karena saya anggap kendaraan lain membuatku malas!'
'Begitu?'
'Juga mesin mesin itu tak tahu jika seluruh anggota tubuh kita butuh bergerak.'
Saya menyusun strategi singkat. 'Tapi, kau sebut semua kendaraan bikin malas. Gimana dengan andong?'
'Itu malah menyiksa hewan!' Iman terbahak.
Satu yang bikin saya takjub pada Iman yaitu seperti belut; licin mencari celah apapun. Itulah yang membuat ia sukses jadi pengusaha. Kini, ia telah wafat.
Saya rada lega dengan kematiannya, bukan karena jandanya atau saya pengin ambil sepedanya, karena keyakinan saya jika si Iman lempeng jalannya menuju surga menyalip para almarhum kyai yang mengendarai onta.
Post a Comment