Si Merak Mengudeta Sang Garuda
Satu Januari aku punya seekor merak. Papa memberiku hasil ia berburu di Savana Baluran yang katanya surga para pemburu. Girang sekali aku menerimanya. Kugadang gadang si merak di dalam sangkarnya akan jadi burung hebat sepanjang masa. Di seluruh dunia!
'Ma, ini merak kerenku, Ma!' seruku sambil berlari nyaris menubruk mamaku yang sedang menggoreng tempe.
'Nanti saja, Nang. Mama masih sibuk.' Mama tak bereaksi apa apa, melihatpun tidak.
'Ini lo, Ma ....'
'Tempenya gosong nanti, Nang!'
Kesal jadinya aku dan ke luar dapur mencari cari Papa yang ternyata sibuk mencuci mobil relinya. Kudekati meminta ajar bagaimana cara memandikan merak.
'Ndak usah dimandiin, Nang. Dia biarkan di kandang saja. Kasih makan tiap hari, minum sewadahnya itu. Cukup!'
Ucapan Papa membuatku bingung. Dalam pikiranku, merak ini akan kulepas dan kuajak bermain main di taman sepulang sekolah. Ia kubebaskan untuk berlarian ke sana kesini, memekarkan buntutnya, menikmati hari harinya. Bagaimana Papa bicara seperti itu? Itu kan menyiksa si merak!
Kuperhatikan si merak dalam kandangnya. Matanya sayu lantas menunduk. Ada kegalauan yang menyekap dirinya. Aku peka ia sedang goncang.
***
Belajar malamku sudah rampung. PR Bahasa Inggris tamat kukerjakan. Aku tak mau guru kejam itu menskors ku lagi setelah dua hari lalu aku kena hukum push up dua puluh kali. Kugoyangkan badanku, bunyi keretak muncul dari tulangku, dan kumenuju ruang keluarga. Acara TV akan menyegarkan otakku, begitu batinku.
'Ah, acara banyolan kotor!' seruku mendapati tayangan komedi di Trans TV. Kupindah Metro TV. 'Lumayan. Tapi terlalu dibuat buat. Semua kritikus kurang kerjaan.'
Tak berhasil memilih acara apa yang sesuai dengan suasana hatiku yang sedang tak keruan karena cinta, kuacuhkan kotak ajaib bernama TV. Ranjang tidur layak jadi pilihan. Papa dan Mama sudah tidur sejak jam enam tadi. Entah apa yang mereka lakukan sedari tadi tak ke luar ke luar. Pasti mereka sedang berjuang keras membunuh monster di gim terbaru mereka terdengar dari lenguhan sekali sekali mereka. Papa dan Mama maniak permainan komputer.
'Alakazam ... Apa apaan ini?!' aku kaget sejadi jadinya. Burung garuda yang diapit foto SBY dan Boediono berubah merak.
'Dia merakku!' tambahku ketakutan. Papa dan Mama sekarang cekikikan di kamar. Aku mengucek ngucek mata. 'Mataku rabun apa, ya?'
Jika Anda bersamaku malam itu, Anda akan menyangka aku yang masih SMA ini makar terhadap negara dengan mengganti burung garuda simbol kegagahan bangsa dengan merak yang lembut dan cantik.
Kuberlari menuju ruang belakang rumah memeriksa burung merak di dalam kandangnya. Dia masih ada! Kembali ke ruang tamu, sekarang burung garuda kembali tegak mengepakkan sayap di dinding rumahku.
'Ada apa sebenarnya ini?' tanyaku mengetahui keganjilan yang baru saja kuterima.
___________________
Sumber gambar: limitededition88.blogspot.com
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment