Si Gagak Pembawa Pesan Misterius
Seekor gagak berkaok kaok di depan rumah. Ia mengganggu tidurku, gerutuku. Aku sempat berpikir pasti besok ada orang mati, tapi kuanggap segera aku telah takluk oleh tahayul. Jika ustazku mendengar itu, kepalaku benjol benjol dikepruk sama batu bata. Kukesiapkan pikiran tak jelas ini bareng dengan kaokan si gagak yang melirih.
'Dia tadi kebanyakan makan cabe.
Kepedasan
jadi kaok kaok.' Aku tertawa sambil memukul mukul bantal. Istri di
sebelahku mangap mengorok membabi buta dalam daster ungu mengilatnya.
Kupencet remot AC jadi lebih dingin dan kutarik selimut .... Bedebah! Si gagak berkaok kaok lagi yang kali ini keras.
Istriku malah mengigau, 'Pak, yang itu benar, Pak. Geli geli nikmat.'
Kupandangi wajah istriku dan kuelus pusarnya, tapi dia berteriak dalam tidurnya:
'Bukan udel, Pak! Aku bilang pusar?! Cutton bud, Pak ... Ih, jorok!'
Kaokan si gagah sekarang menjurus musik cadas. Kepakan sayapnya ribut terdengar. Kuputuskan turun dari ranjang dan kulambaikan tangan ke istriku untuk bilang: 'Papa nggak selingkuh, Ma ....'
Langkah kakipun rusuh cepat cepat menuju pintu buat kubuka dan kucari cari si gagak.
Tepat daun pintu membuka, kaokan si gagak hilang. Aku seperti tengah dikerjai.
'Sialan burung itu!' emosiku.
Kuputar badanku untuk kembali ke ruang tidur. Namun kakiku menggeser sesuatu. Kumenunduk, 'Surat!'. Kubungkukkan diri, mengambil dan membaca surat.
"1000 Hari Wafatnya Mak Pariyem. Masih ingat dia?"
Gusti, aku baru ingat. Ia nenek sekaligus ibuku. Mataku banjir.
Kupencet remot AC jadi lebih dingin dan kutarik selimut .... Bedebah! Si gagak berkaok kaok lagi yang kali ini keras.
Istriku malah mengigau, 'Pak, yang itu benar, Pak. Geli geli nikmat.'
Kupandangi wajah istriku dan kuelus pusarnya, tapi dia berteriak dalam tidurnya:
'Bukan udel, Pak! Aku bilang pusar?! Cutton bud, Pak ... Ih, jorok!'
Kaokan si gagah sekarang menjurus musik cadas. Kepakan sayapnya ribut terdengar. Kuputuskan turun dari ranjang dan kulambaikan tangan ke istriku untuk bilang: 'Papa nggak selingkuh, Ma ....'
Langkah kakipun rusuh cepat cepat menuju pintu buat kubuka dan kucari cari si gagak.
Tepat daun pintu membuka, kaokan si gagak hilang. Aku seperti tengah dikerjai.
'Sialan burung itu!' emosiku.
Kuputar badanku untuk kembali ke ruang tidur. Namun kakiku menggeser sesuatu. Kumenunduk, 'Surat!'. Kubungkukkan diri, mengambil dan membaca surat.
"1000 Hari Wafatnya Mak Pariyem. Masih ingat dia?"
Gusti, aku baru ingat. Ia nenek sekaligus ibuku. Mataku banjir.
____
Sumber gambar: rspb.org.uk
Post a Comment