Ketika Laundri laundri Yogya Bertasbih: Dalam Mihrab Kebangkrutan
Laundri laundri Yogya bangkrut. Ini efek domino dari Mandala Airlines. Dua duanya tidak mampu melayani pelanggan dengan baik. Membiarkan para mahasiswa dan eksekutif terbengkalai. Yang satu tak bisa berpakaian bersih dan harum, dan yang lain terhenti aktivitas bisnis mereka. Sungguh, tak bisa ditebak kehidupan ini. Setahun lalu usaha banyak menghasilkan uang. Sekarang, semua hancur berkeping keping.
Persaingan bisnis. Banting banting harga. Saling menusuk, memperebutkan kekuasaan di Samudera yang sudah Merah. Semakin berdarah darah. Selanjutnya, para komisaris satu persatu masuk ke rumah sakit jiwa atau bunuh diri menembakkan pistol ke mulut mereka. Oh, dunia menjadi gelap.
Waktunya memanfaatkan kekosongan ini. Seperti Soekarno dan Hatta yang dengan cerdik menangkap peluang. Memerdekakan saudara saudara sebangsa mereka. Menunjukkan kepada dunia lain, jika kita sudah ingin memulai kemandirian. Mengatur diri sendiri, tidak diperintah oleh bangsa lain, yang belum tentu mengerti karakter jajahannya. Dan, mahasiswa sekarang kembali ke masa lalu. Mencuci baju sendiri. Merendamnya waktu malam, membiarkan bau busuknya menguar dari ember, dan kalau sempat esoknya mengucek membilas menjemur. Masalah masih enggan, bisa diatur. Karena ini permulaan. Dan masih bisa dimaklumi.
Begitupun para eksekutif. Memang, mereka bisa berganti maskapai. Air Asia yang seperti perusahaan kesetanan, Garuda yang elegan dan sok berwibawa dengan biayanya selangit, bisa dipilih yang mana saja. Tetapi, mereka seperti akan memalingkan barang sebentar ke niat seperti para musafir. Yaitu naik onta atau kuda menuju belahan dunia lain.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Persaingan bisnis. Banting banting harga. Saling menusuk, memperebutkan kekuasaan di Samudera yang sudah Merah. Semakin berdarah darah. Selanjutnya, para komisaris satu persatu masuk ke rumah sakit jiwa atau bunuh diri menembakkan pistol ke mulut mereka. Oh, dunia menjadi gelap.
Waktunya memanfaatkan kekosongan ini. Seperti Soekarno dan Hatta yang dengan cerdik menangkap peluang. Memerdekakan saudara saudara sebangsa mereka. Menunjukkan kepada dunia lain, jika kita sudah ingin memulai kemandirian. Mengatur diri sendiri, tidak diperintah oleh bangsa lain, yang belum tentu mengerti karakter jajahannya. Dan, mahasiswa sekarang kembali ke masa lalu. Mencuci baju sendiri. Merendamnya waktu malam, membiarkan bau busuknya menguar dari ember, dan kalau sempat esoknya mengucek membilas menjemur. Masalah masih enggan, bisa diatur. Karena ini permulaan. Dan masih bisa dimaklumi.
Begitupun para eksekutif. Memang, mereka bisa berganti maskapai. Air Asia yang seperti perusahaan kesetanan, Garuda yang elegan dan sok berwibawa dengan biayanya selangit, bisa dipilih yang mana saja. Tetapi, mereka seperti akan memalingkan barang sebentar ke niat seperti para musafir. Yaitu naik onta atau kuda menuju belahan dunia lain.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Post a Comment