Kuda Nil, Lalat, dan Seorang Putri Duyung
Kuda nil menguap lebar. Ia hanya berani melirik seekor lalat yang berputar putar di atas kepalanya. Ingin menangkap, tapi tak berdaya, lemak terlalu banyak. Tak bisa melompat. Dan, senjata pamungkas diluncurkannya: ya, menguap selebar lebarnya. Berharap sang lalat terisap ke mulut sang kuda nil. Berlagak seperti si kantung semar. Flora pemakan serangga.
Di seberang sungai, satu putri duyung tengah merapikan rambutnya. Menyisir rambut emasnya. Bernyanyi nyanyi, suaranya sungguh memukau. Sang Kuda Nil tak memperhatikan. Karena ini hari masih sangat pagi. Mata rabunnya tak berkompromi dengan tebalnya kabut. Samar, hanya suara seperti rintihan semalam. Yang bergaung gaung, dan itu sepertinya Kuntilanak yang kelaparan. Tidak makan orok dalam jangka waktu yang sangat panjang. Namun, putri duyunglah yang paling awal mengisi pagi ini. Bersama kuda nil yang pemalas.
Pagi hari tak biasa. Beranjak dari ranjang menuju lemari. Mengambil pakaian baru, menatap foto sang pacar untuk dikagumi tiap jengkal dari tubuhnya. Selanjutnya mandi dengan rempah yang membuat uar penarik mangsa mangsa baru. Seperti sang kuda nil yang merangsang para lalat untuk disantap? Tidak sekali sekali. Kita bukan kuda nil. Ia sangat pemalas. Kita punya usaha. Yang harus dilakukan dengan sekuat kuatnya. Jangan pernah merasa jika segala cita sudah dicapai. Tidak.
Post a Comment