Nusantara, Tukang Kerok Masuk Angin, dan Wasit PSSI
Nusantara tengah kerokan. Seorang tukang pijat renta, berwajah penuh keriput, membalurkan hand body lotion. Selanjutnya menggilas tubuh Nusantara, sembari membayangkan layaknya seember cucian, yang seminggu hanya memenuhi keranjang baju kotor. Nusantara mahasiswa tak berciri rajin. Biasanya, ia mencucikan seplastik keresek baju baju kuliah dan tidurnya ke jasa binatu. Beralasan waktu sempit, jadwal kuliah padat, dan agenda futsal tiga kali seminggu membuatnya letih.
Dan malam ini lepas ia berolahraga. Badannya remuk redam, memburu bola, menjaga agar gawang timnya tidak kebobolan oleh lawan tangguh yang sukar dikalahkan. Di kos, ia memanggil seorang tukang pijat, juga untuk mengerok dirinya karena ia salah mandi. Seharusnya, saat berkeringat ia tak boleh langsung mandi. Nusantara lupa, itu akan menyebabkan masuk angin. Jadilah badannya tak jelas rasa. Walhasil dipanggilah dukun kerok bin pijat.
Sebelumnya, Nusantara memesan lewat SMS. Karena langkah kakinya sudah tak kuat lagi. Ia beranggapan sekarang masa moderen. Bergerak sedikit akan menimbulkan otot otot kejang, menyita waktu, dan jika tetap dilakukan ia dicap sebagai orang yang ketinggalan teknologi.
"Halo dengan Jasa Pijat AA. Aku butuh satu orang buat mijat dan ngerok." bunyi SMS Nusantara. Tanpa berbasa basi, jauh dari kesan unggah ungguh, serasa menodong dan beraroma suruhan. Dan penggunaan kata 'aku' bercermin kurang menghargai karya seorang renta.
Lama SMS dibalas. Nusantara terpancing emosinya untuk menaik. Pikirannya sudah ke mana mana. Dia bilang jika si Dukun tak lagi butuh uang, berumpat Dukun Cabul, dan aneka resep ucapan yang tak berkarakter.
Nusantara mengalihkan perhatiannya ke layar televisi. Berita olahraga. Dua tim sepakbola tanah air tengah beradu. Dipimpin oleh seorang wasit yang asli negeri. Bukan broiler. Dengan postur yang kurang sesuai, sang wasit mengejar bola mengawasi pemain. Dan sesekali melemparkan tatapan ke arah penonton bola di tribun sebelah kanan. Entah, bisa jadi istrinya tengah memelototi dan mengawasi kinerja wasit, agar berlaku adil. Memang, wasit di Indonesia biasanya berpihak ke salah satu tim. Jika tidak tuan rumah, yang memberi fasilitas lengkap buat sang wasit, atau ia akan takluk di tangan bandar yang menginginkan tim tamu dimenangkan.
Terjadi baku hantam tubuh antar pemain. Luput dari pengamatan wasit.
Nusantara berserapah, 'Anjing. Wasit goblok!'
Tapi, pertandingan terus berjalan.
Lebih dari 15 menit, barulah SMS si Dukun masuk.
'Anda posisi di mana, Pak?' Semangat Nusantara untuk dipijat naik kembali.
'Di Jalan Sukarela Nomor 12. Dekat kuburan Cina kosku.'
'Oke. Saya berangkat ke rumah Anda.'
Dukun gaul. Bisa menggunakan kata oke sebagai tanda setuju.
Deru sepeda motor terdengar di luar kos Nusantara. Bersarung, ia meneliti dan segera membukakan pintu.
'Nuwun sewu Mas. Mohon maaf Mas. Bapak Anda SMS saya buat mijat?'Mata Nusantara mendelik.
'Bukan Bapakku Bu. Aku.'
'Oh maaf Mas.'
'Ya wis. Ya sudah. Ayo masuk Mbah.'
Nusantara sebetulnya sedikit kecewa. Yang datang malam ini simbah simbah. Apa mungkin tangannya kuat, bukankah dia jalan sudah sempoyongan. Nusantara menggelandang si Simbah ke kamar kos.
'Ada remason Mas?'
'Waduh Mbah, panas. Kulitku ga kuat Mbah.'
'Biasa pakai apa?' tanya Simbah.
'Hand body!' jawab Nusantara keras.
'Ndak malah dingin ntar Mas?'
'Gak!'
'Mangga saya pijat.'
Nusantara memosisikan diri. Siap untuk digarap, dibuat tubuhnya sehat kembali.
'Mas posisi kepala Anda salah. Menghadap sana.' perintah dan arah Simbah.
'Huh ribet banget Mbah.'
Pijat dan kerok berlangsung. Nusantara sebelumnya berpesan untuk si Simbah memberikan service lengkap; pijat dan kerok. Dan, Nusantara saking keenakannya tertidur pulas. Tahu tahu, seluruh isi kos habis dikuras oleh simbah.
Post a Comment