Header Ads

Bukan Sebuah Bangsa Jika Tak Ada Warganya yang Menggondol NOBEL SASTRA!

Cinta masih menjadi idola para sastrawan Rindunesia. Uang terus ditumpuk dan dipacu melalui puja-puji cinta yang membahana. Tak ada kritik sosial, politik indah yang nihil, drama kemanusiaan yang menyayat, ataupun kisah indah yang membuai. Sastra Rindunesia diambang kehancuran total akibat perilaku anak bangsa sendiri yang kapitalis.

            Bukan sebuah bangsa jika salah satu anak bangsanya tak pernah menerima Nobel Kesusastraan atas karya hebatnya. Bangsa kerdillah yang hanya bercerita melulu tentang cinta. Seperti tak ada lagi kisah indah yang bisa menyatukan hati manusia. Bukan hanya warga dalam negeri, tapi menembus dunia. Rindunesia mempunyai penulis yang mengaku sastrawan, namun miskin keinginan untuk merampas Nobel. Apakah mereka terjebak dengan pemikiran bahwa Nobel itu produk barat? Ataukah mereka takut mengembangkan sayap imajinasi?

            Apa gunanya lembaga pendidikan sastra jika hanya mampu mencetak penulis jago kandang? Yang ada mereka hanya bisa menyusun kamus besar pelengkap perpustakaan. Dosen sastra, sastrawan, seniman, penulis berkocek tebal, para sineas, pemain teater, mana nyali kalian? Sudah cukupkah membuat karya sastra picisan kalian?

            Maukah kalian dipermalukan oleh seorang di luar sastra yang akan menggondol Nobel? Betapa malunya bangsa Rindunesia jika ini benar-benar terjadi. Dan kalian pasti akan bilang:

            “Anak itu cuma mencontek karya-karya bestseller!”

 

 

Tidak ada komentar