Header Ads

Insomnia yang Parah


 Insomnia hanya kudapat seratus hari sekali. Dan dini hari ini jatahku. Kali terakhir, insomniaku parah sekali. Aku sampai nggak kuat menahan sakit di kepala dan pengin membentur benturkan ke tembok. Nyeri. Sekarang, kadar sakitnya cuma separuh.

Kubuka lemari es, sebatang cokelat kucomot langsung kukunyah habis dalam satu menit. Kata psikiater langganan keluargaku, Jenny namanya berwajah penyu dengan rambutnya dikepang dua, berkata: 'Cokelat mengandung zat yang bisa membuatmu tenang.'

Tak ada reaksi. Cokelat justru membuat hidupku rumit karena harus menuju kamar mandi untuk gosok gigi. Merepotkan sekali. Kantuk tak menyerangku. Padahal aku sangat menginginkan hal itu.

Lalu, aku teringat dengan obrolan seorang kiai dengan muridnya.

'Anakku, tahukan air yang paling baik di Bumi?' tanya sang kiai.
'Zam zam, Yai.' jawab si santri sambil menunduk memandang lantai dengan takzim.
Sang kiai berseru, 'Bukan!'.
Muridnya mengangkat kepalanya. 'Airisan ....'
'Maksud, Yai?'
'Arggghhh ... kau terlalu serius, Anakku. Arisan. Dapat duit! Aku sedang berkelakar. Banyak mengaji membuat urat kepalamu kaku.'

Kebetulan waktu obrolan itu berlangsung aku sedang di situ. Di situ maksudku Masjid Marsinah. Ya, Marsinah si buruh pejuang HAM dijadikan nama masjid rumah Allah. Aku sedang istirahat dari perjalananku bareng komunitas baletku.

'Ngomong ngomong tentang air lagi ....' si kiai memulai obrolannya dengan satu murid kesayangannya di hadapannya. Dan ia memandangku sebentar untuk acuh kembali.
'Yai tidak sedang bercanda lagi, kan?' tanya si santri diikuti gelengan kepala gurunya.
'Kalau kau susah tidur, minum air putih yang banyak! Itu membantu otot otot di tubuhmu relaks.'
'Wah, Yai pandai ilmu kedokteran juga!'

***

 (bersambung)

Tidak ada komentar