STUDI BANDING FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SILIWANGI: (Bagian I)
Malam, 14 Maret 2016
'Pak Danie,' ucap Pak Yusep, Ketua Jurusan Teknik Sipil, dari ujung telepon. 'Besok siap siap jam delapan ke Solo, ya!'
Pak Yusep menjelaskan jika kondisi ibu mertuanya tengah drop di rumah sakit. Ia tak bisa meninggalkan ibu mertuanya yang sakit untuk studi banding ke Solo dan Jogja.
Saya jelas tak bisa menampik karena saya sekretaris jurusan yang harus siap sedia menggantikan peran ketua jurusan jika berhalangan.
'Siap, Pak!' jawab saya dengan istri saya melemparkan wajah dingin seolah tak ingin saya pergi setelah operasi kuretnya.
'Ini tugas negara.' saya menjelaskan dan ia memakluminya.
Sebetulnya, seminggu yang lalu saya sudah bersiap untuk melakukan lawatan ke UNS dan UNY ikut studi banding fakultas. Namun, dua hari jelang hari H, hanya dekanat dan ketua jurusan yang turut. Antara lemas dan menerima kenyataan, saya menepiskan keinginan jalan jalan ke tanah Mataram.
***
Kalau saya mengatakan gembira mendengar telepon Pak Yusep, tidak etis karena seperti bersenang senang di atas musibah yang tengah Pak Yusep dapatkan. Sedih, saya sedih akan meninggalkan rumah dengan bapak mertua yang sakit dan istri tengah penyembuhan pascaoperasi. Begitulah risiko abdi negara: makan buah simalakama.
Dengan persiapan yang mendadak, esok harinya saya berangkat dari Tasikmalaya pada Selasa pagi, 15 Maret 2016. Ciao, Unsil! Saya jalan jalan dulu ....
***
Selasa petang sampai Solo, perut kami sudah keroncongan. SMS dari Pak Dekan di mobil pertama, kami memakai dua mobil, jika saatnya makan thengkleng.
Apa itu thengkleng?
Thengkleng ialah makanan rakyat Solo yang berupa kari dengan isi tulang kambing yang masih ada sedikit daging menempelinya. Konon, penjajah Belanda dulu mengambil daging kambing untuk mereka santap, sedangkan tulang tulangnya mereka berikan pada rakyat Solo. Tak hilang akal, tulang yang sebetulnya hanya layak diberikan ke anjing diubah oleh warga Solo menjadi suguhan menarik.
Petang itu, perasaan saya mengembara entah ke mana. Saya duduk bersama penggede fakultas teknik yang saya paling junior. Namun, saya kembali berpikir ulang jika inilah kesempatan terbaik saya untuk melebur ke diri mereka agar saya bisa masuk ke tim dengan solid. Tak banyak bicara, saya mendengarkan terlebih dahulu obrolan mereka dengan sesekali melemparkan senyum.
Hidangan kari tulang kambing itu telah hadir di hadapan kami. Pikiran saya, thengkleng itu panas membara dengan uapnya menari nari di atas mangkuk. Ternyata, setelah saya cicipi dingin hingga selera makan saya tak menaik. Saya ikuti saja irama santap petang fakultas teknik petang itu dengan tidak bersemangat.Jika rekan dosen senior lain bilang enak, saya hanya bisa membatin: 'Okelah, enak! Ketimbang kelaparan ya enak saja ....'
Post a Comment