DOSEN yang BIJAKSANA
Sebulan tak mengisi blog, ada kerinduan yang teramat dalam yang tak bisa saya ucapkan. Berulang ulang saya mengatakan jika blog tidak akan mampu bingar media sosial seperti facebook, twitter, instagram menggantikannya. Blog ialah ruang teduh saya menyampaikan gagasan tanpa harus orang lain mengudetanya. Rindu ini terobati hari ini setelah satu bulan lebih mempersiapkan diri sebagai dosen di Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
Proses rekrut yang sangat lama, kini memasuki bulan ke sembilan, tak ayal membuat saya terserang rasa bosan. Saya mengisinya dengan membantu usaha keluarga di rumah, jalan jalan di sisa uang tabungan saya yang sebentar lagi ludes, dan kegiatan lain biar otak ini tidak beku. Nah, jelang pindahan saya ke Tasikmalaya secara khaffah, saya musti merumuskan bagaimana seorang dosen yang kelak saya jalani.
Mungkin, saya kena kutuk dosen saya sewaktu kuliah di Universitas Gadjah Mada. Sering saya mencaci dalam hati dosen A karena kasih nilai pelit, dosen B yang tak menarik menuturkan ide idenya di kelas, dosen C yang kelayapan lebih mementingkan proyek ketimbang mengajar. Sekarang saya berada di salah satu posisi mereka. Saya kurang menarik jika berpresentasi kah? Tidak tajam menganalisis suatu masalah teknik? Kurang gesit cari cari proyek hingga dompet selalu tipis? Saya segera jadi dosen teknik sipil!
Paling awal, saya musti beradaptasi dengan lingkungan kampus. Sebagai orang baru, saya tidak boleh sok sokan ingin mengubah universitas dalam sekejap mata. Toh, ada CPNS Unsil yang merupakan tim untuk mengubah wajah kampus jadi moncer. Ada 44 dosen dan tenaga kependidikan. Saya harus membuka diri dan menawarkan diri saya sebagai pribadi hangat yang bisa bekerja sama secara tim. Kula nuwun, kalau orang Jawa bilang, musti berjalan dengan smooth.
Ada pertanyaan seperti ini yang teman saya layangkan pada saya.
"Gimana nanti kalau sudah ngajar? Jadi dosen killer atau gimana, Pak Danie?"
Saya memang tukang ngiler kalau tidur. Tapi kalau harus jadi dosen killer alias pembunuh mahasiswa? Sepertinya tidak akan saya tempuh jalur itu. Dosen bukan seorang yang membunuh semangat dan karir mereka yang saya ajar. Saya lebih menyukai sebagai partner kreatif mereka. Ide ide deras mahasiswa kudu saya poles brilian. Belajar dari filosofi Ki Hajar Dewantara, saya harus lincah berada di tiga tempat; belakang, tengah, dan ujung tombak.
Depan:
Saya mempresentasikan pancingan ilmu pada mahasiswa di kelas dengan inovatif dan kreatif. Ramuan harus saya ciptakan agara mahasiswa tertarik dan betah berada di kelas. Obrolan hangat, tanya jawab yang tangkas mencerahkan bisa saya terapkan. Mahasiswa merasa memiliki kelas. Kelas ialah rumah mereka.
Tengah:
Tepukan pundak, lecutan agar mahasiswa bangkit untuk mandiri tak boleh saya tinggalkan. Saya musti menjadi motivator ulung. Pengalaman baik saya ketika berada di dunia kerja dan kuliah harus saya tularkan. Ketika menceritakan pengalaman tidak enak yang mengecewakan, saya tidak serta merta menuduh ini dan itu, namun saya membungkusnya dengan cerita inspiratif hingga kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang tak perlu.
Belakang:
Cita cita saya, mahasiswa teknik sipil Universitas Siliwangi melebihi UGM, ITB, dan kampus lain. Saya mendorong mereka untuk berada pada jajaran terdepan di Nusantara. Tekad ini harus selalu saya gaungkan.
BRAVO untuk kita semua! Tasikmalaya menanti kita ....
Proses rekrut yang sangat lama, kini memasuki bulan ke sembilan, tak ayal membuat saya terserang rasa bosan. Saya mengisinya dengan membantu usaha keluarga di rumah, jalan jalan di sisa uang tabungan saya yang sebentar lagi ludes, dan kegiatan lain biar otak ini tidak beku. Nah, jelang pindahan saya ke Tasikmalaya secara khaffah, saya musti merumuskan bagaimana seorang dosen yang kelak saya jalani.
Mungkin, saya kena kutuk dosen saya sewaktu kuliah di Universitas Gadjah Mada. Sering saya mencaci dalam hati dosen A karena kasih nilai pelit, dosen B yang tak menarik menuturkan ide idenya di kelas, dosen C yang kelayapan lebih mementingkan proyek ketimbang mengajar. Sekarang saya berada di salah satu posisi mereka. Saya kurang menarik jika berpresentasi kah? Tidak tajam menganalisis suatu masalah teknik? Kurang gesit cari cari proyek hingga dompet selalu tipis? Saya segera jadi dosen teknik sipil!
Paling awal, saya musti beradaptasi dengan lingkungan kampus. Sebagai orang baru, saya tidak boleh sok sokan ingin mengubah universitas dalam sekejap mata. Toh, ada CPNS Unsil yang merupakan tim untuk mengubah wajah kampus jadi moncer. Ada 44 dosen dan tenaga kependidikan. Saya harus membuka diri dan menawarkan diri saya sebagai pribadi hangat yang bisa bekerja sama secara tim. Kula nuwun, kalau orang Jawa bilang, musti berjalan dengan smooth.
Ada pertanyaan seperti ini yang teman saya layangkan pada saya.
"Gimana nanti kalau sudah ngajar? Jadi dosen killer atau gimana, Pak Danie?"
Saya memang tukang ngiler kalau tidur. Tapi kalau harus jadi dosen killer alias pembunuh mahasiswa? Sepertinya tidak akan saya tempuh jalur itu. Dosen bukan seorang yang membunuh semangat dan karir mereka yang saya ajar. Saya lebih menyukai sebagai partner kreatif mereka. Ide ide deras mahasiswa kudu saya poles brilian. Belajar dari filosofi Ki Hajar Dewantara, saya harus lincah berada di tiga tempat; belakang, tengah, dan ujung tombak.
Depan:
Saya mempresentasikan pancingan ilmu pada mahasiswa di kelas dengan inovatif dan kreatif. Ramuan harus saya ciptakan agara mahasiswa tertarik dan betah berada di kelas. Obrolan hangat, tanya jawab yang tangkas mencerahkan bisa saya terapkan. Mahasiswa merasa memiliki kelas. Kelas ialah rumah mereka.
Tengah:
Tepukan pundak, lecutan agar mahasiswa bangkit untuk mandiri tak boleh saya tinggalkan. Saya musti menjadi motivator ulung. Pengalaman baik saya ketika berada di dunia kerja dan kuliah harus saya tularkan. Ketika menceritakan pengalaman tidak enak yang mengecewakan, saya tidak serta merta menuduh ini dan itu, namun saya membungkusnya dengan cerita inspiratif hingga kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang tak perlu.
Belakang:
Cita cita saya, mahasiswa teknik sipil Universitas Siliwangi melebihi UGM, ITB, dan kampus lain. Saya mendorong mereka untuk berada pada jajaran terdepan di Nusantara. Tekad ini harus selalu saya gaungkan.
BRAVO untuk kita semua! Tasikmalaya menanti kita ....
Post a Comment