Ngayogjazz 2012: Desa Wisata Brayut & Badai Marsinah
'Jam empat sore kita berkumpul di Taman Kuliner! Kita meluncur ke Ngayogjazz!' seru Lusi di grup BBM.
Lusi memang yang paling cerewet di kelompok Capoeira kami. Kami sering memelesetkan namanya dengan "Lu Sinting" namun ia tak marah karena tak berpunya sifat ngambek atau semacamnya pada dirinya. Lusi sosok teman yang mengalir, menggemaskan dengan keriaan bercampur kelucuannya, tapi tak pernah kehilangan kendali akan jati dirinya.
'Momen Ngayogjazz tahunan yang tak boleh terlewatkan.' batinku bersemangat di depan laptop sambil merampungkan Bab X novel keempatku.
Kulihat jam tembok masih satu jam lagi, cukup waktu untuk melejitkan imajinasiku menari narikannya di layar monitor. Sebetulnya pikiranku terbelah dua; jazz dan novel. Kukembalikan, dua hal itu tidak boleh saling mengurangi kekuatannya. Jazz ialah musik pemantik segala ide dan novel merekamnya. Duduk anteng dalam pikiran yang melompat lompat berarah, aku meluncur di sisa 3 halaman di bab novel yang menceritakan tiga pendekar kepo yang pengin tahu apapun dalam format komedi.
'Ditunggu cepat! Keburu badai menghantam Jogja!' Lusi menulis lagi di grup BBM.
Kumelompat bangkit dari sila dudukku. Aku belum mandi sejak pagi karena tidurku yang sangat sehat setelah begadang di malam minggu bersama kekasih pujaan. Entah handuk siapa kusaut karena punya adikku sama dalam warna dan bentuk. Kami memang saudara yang kompak. Almarhumah nenek kami dulu berwejang: 'Kalian seperti lima jari tangan. Mas Danie jempol, adik adik jari yang lain'.
Kenapa nenek bilang aku jempol bukan telunjuk sebagai anak sulung? Oh, aku tahu! Kalau telunjuk, aku akan jadi otoriter karena punya kebiasaan menunjuk nunjuk, memaksa adik adik melaksanakan perintahku. Lebih dari itu, nenek menginginkan aku jadi dewasa yang seperti jempol, mendorong adik adik dengan tekanan dan mengacungkan pujian yang bijak pada mereka. Ah, nenek kami memang jenius!
***
GLER ....
Hujan deras mengguyur Kota Jogja dan seorang penyiar radio melaporkan jika di beberapa tempat pohon tumbang dan menghalangi jalan. Kemacetan tak terelakkan lagi. Untung polisi dan warga cepat turun lokasi dan bahu membahu mengatasinya. Gotong royong masih berlaku di negeri ini. Di Jogja terutama yang istimewa.
Kulaporkan posisi aktualku: 'Badai Marsinah di sini! Aku telat hadir.' Teman teman lain juga sama, mereka belum bisa meluncur ke Taman Kuliner karena di daerah masing masing masih hujan lebat.
'Badai Marsinah apa itu?' tanya Lusi.
Aku tertawa oleh nama baru yang asal saja kuciptakan. 'Kalau di Amerika nama badai kan keren keren; Nancy atau yang terakhir Sandy, kita asli Nusantara kudu pakai nama lokal lah .... Lebih merakyat!'
Lusi dan teman teman grup Capoeira langsung menyerang dan mencibirku. Ada yang mengatakan jika aku aktivis buruh yang sengaja menyusup ke komunitas dan mencuci otak untuk ikut berdemonstrasi brutal di jalanan. Alamak, aku tidak seperti itu! Tetaplah aku menjaga pribadi agar terus elegan, sopan, dan berwibawa. Kalau tidak kumat stresnya saja sih ....
***
Sambil menunggu hujan reda, kubuka lagi laptop dan kucari informasi tentang Desa Wisata Brayut.
Desa wisata Brayut terletak di
Pendowoharjo, Sleman, Yogyakarta, Indonesia. Desa wisata ini mengedepankan sisi
budayanya yang berbasis pertanian. Tempat ini nyaman untuk rekreasi
memiliki
berbagai potensi wisata budaya; karawitan, membatik, tari-tarian, wisata kuliner,
permainan rakyat, ataupun kegiatan konservasi baik budaya ataupun lingkungan. Selain
itu arsitektur rumah penduduk di Desa Wisata Brayut sangat kental dengan budaya
Jawa. (gudeg.net)
Kupelototi gambar gambar Desa Wisata Brayut memang luar biasa. Di tengah gempuran teknologi yang tanpa ampun, Warga Desa Brayut seolah menantang jika kearifan lokal sangat menarik dan tidak kalah seru dengan budaya instan a la Barat. Siapa yang ingin belajar bercocok tanam di sawah, bersosialisasi dengan warga, atau sekadar jalan jalan, tampak dimanjakan oleh konsep berwisata yang membumi ini.
'Tepat sekali panitia Ngayogjazz 2012 memilih tempat ini!' batinku. 'Orang orang harus dipaksa melihat dirinya sendiri sebelum silau oleh budaya asing.'
'Tepat sekali panitia Ngayogjazz 2012 memilih tempat ini!' batinku. 'Orang orang harus dipaksa melihat dirinya sendiri sebelum silau oleh budaya asing.'
Kucermati peta Desa Wisata Brayut dan hujan pun berhenti .... Perjalanan menuju Ngayogjazz segera dimulai! Semangat ....
Sumber gambar: gudeg.net; desawisatasleman.wordpress.com
Meribut di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment