KETIKA HARI JATUH BANGKRUT
Pukul tiga sore tadi ada lelaki yang menelpon saya. Ia mengaku bernama Hari. Saya tanya ada urusan apa dan dapat nomor saya dari mana. Ia tidak menjawab malah tangisan menderu deru terdengar di HP saya. Sebetulnya saya pengin langsung tutup percakapannya. Namun kalimat 'Tolong, Bang Danie. Hanya kau yang mau dengar aku. Atau aku akan bunuh diri!' bikin saya meluluskan telepon lelaki misterius itu.
Bukan saya kalau tidak berjiwa pahlawan. Mendengar ada orang ingin harakiri, saya teringat pelajaran Kiai Suleman jika perbuatan paling dimurkai Allah yakni bunuh diri. Saya tak ingin Hari dibenci Allah, maka lelaki di ujung telepon saya tanyai.
'Ada apa to, Mas Hari? Cerita ke saya!' tanya saya.
Terdengar bunyi "prooot ....". Tampaknya, Hari tengah menyemprotkan ingus ke tisu atau lengan bajunya. Meski saya belum tahu Hari seperti apa, saya mampu merasai jika Hari sosok yang kini sedang tertimpa masalah luar biasa berat. Dari resonansi suaranya, saya tahu ia terjebak dalam masalah pelik yang terekstraksi berwujud kekalutan hidup. Saya musti mengurainya!
'Aku kalah judi trilyunan, Bang Danie ....' teriak Hari lanjut menangis sejadi jadinya.
'Anda Hari Tanoe pemilik RCTI, ya?' Saya yakin sekali lelaki itu Hari Tanoe.
'Amit amit ....'
'Oh bukan, ya? Oke teruskanlah!'
Hari yang ini mengaku punya usaha servis TV. Hampir mirip dengan si Tanoe. Ia menyebutkan sebulan lalu didatangi dua lelaki di rumahnya. Satunya gagah dan tampan datang naik kuda. Satunya, berambut putih yang membonceng di belakangnya. Mereka awalnya mengaku ingin menyervis TV. Tapi setelah ditanya kenapa tidak bawa TV yang rusak, mereka malah menawarkan cara menggandakan uang dengan cepat.
'Mereka nyalonin Presiden di Afghanistan katanya .... Dasar aku bodoh, Bang Danie ....' sesal Hari.
'Anda mustinya tahu kalau mereka punya tampang keArab araban nggak?' protes saya.
'Itulah kenapa aku nggak jeli. Mereka pinter banget bikin aku percaya. Aku dapat iming iming akan dijadikan menteri. Nanti uangnya nyumber. Dan banyak lagi.'
'Anda tidak ngajak saya, sih ....'
Biar percakapan tidak tegang, saya menceritakan hasil Piala Dunia saat Jerman mencukur Brazil 7 - 1. Jerman saya sebut bukan tim bola melainkan tukang cukur rambut yang tidak punya etika. Begitupun Brazil, mending pemain pemainnya belajar bola sama Persib Bandung biar tidak dipermalukan dengan parahnya.
'Lalu aku kudu gimana, Bang Danie? Uangku sudah terkuras habis sama lelaki gagah berkuda sama si uban?' rengek Hari.
'Kamu mau mereka mati cepat atau perlahan lahan?' ucap saya sambil tertawa.
'Apa saja!'
'Jangan begitu! Langkah pertama, hapus niatmu bunuh diri. Kedua, relakan saja uangmu. Anggap saja itu biaya kursus hidupmu merasakan kesalahan pilihanmu. Sekarang, hiduplah dalam nyatamu!'
Berkali kali, Hari mengucap terima kasih atas wejangan yang ia dapat dari saya. Meski sedikit, katanya sangat menancap di hatinya. Bagai air hujan yang menghapus kemarau panjang.
Post a Comment