TRADISI IMLEK dari PAPUA?
Pesta
topeng di malam Imlek kemarin sangat meriah. Satu rumah di suatu tempat
terpencil, yang oleh panitia kami bersumpah tak akan mengatakannya,
sesak oleh manusia dengan kostum warna warni. Saya malam itu memakai jubah Arab lengkap dengan cadar tanpa topeng.
Awalnya saya mendapat penolakan karena tak sesuai dengan syarat di twitter yang diberikan panitia acara. Pun saya bersikukuh jika cadar sudah cukup menutupi wajah sebagai kerahasiaan. Berbekal duit yang saya sodorkan ke panitia, perselisihan di gerbang masuk perayaan Imlek berhenti. Mulut panitia berhasil saya bungkam dengan uang.
***
Ini perayaan Imlek pertama yang saya ikuti. Sebelum ke sini, saya sudah berpikir acara akan meriah dengan barongsai dan pertunjukkan khas China. Kesempatan Imlek akan saya manfaatkan menikmati kebudayaan Tionghoa yang baru akhir akhir ini muncul setelah Presiden Gus Dur memecah kebuntuan selama ini.
Apa yang saya dapatkan di dalam rumah perayaan Imlek? Kesunyian. Tidak ada hal hal bingar; musik Negeri Tirai Bambu tidak diperdengarkan, juga tarian gadis gadis bermata sipit tak dipertontonkan di sini. Senyap.
***
Panitia meminta para peserta pesta topeng untuk duduk di lantai. Bahu antar bahu menempel dan sebelah kanan saya perempuan berbadan besar dan kiri seorang lelaki kurus tinggi. Instruksi yang diberikan panitia berbusana hitam tentu dengan topeng bervolume lirih. Saya tak mampu mendengarkannya memaksa saya untuk diam saja.
Kertas dibagikan ke para peserta dan saya mendapatkan yang berwarna merah jambu. Pas sekali dengan kesukaan saya. Lalu pena dipinjamkan kepada kami. Saya memegang bolpoin Zebra. Pun ini hewan kesukaan saya yang mencerminkan ketangguhan karena setiap saat ia terlindas oleh kendaraan namun tak pernah mengeluh.
'Silakan Anda menulis apa itu Imlek. Apa saja yang Anda ketahui tentang Imlek!'
Salah satu panitia berbicara sama dengan yang tadi: suaranya kaya orang kehabisan duit di akhir bulan karena kalap berburu belanjaan berdiskon. Saya bingung di antara peserta lain yang telah sibuk menulis. Ruang acara yang tak ada simbol simbol China ini bagaikan menjerumuskan saya ke sebuah dimensi yang tak saya kenal. Sungguh saya sepi di kerumunan orang.
Saya hirup napas dalam dalam, menahannya barang lima detik, dan keluarkan perlahan lahan. Terus terang, saya tak tahu Imlek atau apapun budaya China. Dalam otak saya, China adalah dagang dan pelit. Tak ada yang lain.
Namun terbersit rasa kagum saya pada budaya China yang penuh filosofi, disiplin yang mereka terapkan ketat, dan kekeluargaan mereka yang solid. Akan tetapi, semua tertutup oleh rasa iri saya karena mereka yang bermata sipit sebagian besar kaya.
'Lima menit lagi dikumpulkan! Yang paling bagus tulisan tentang Imlek, Anda dapat hadiah HP android tipe terbaru!'
Ucapan panitia berasa nyaring di telinga saya. Jernih terdengar karena saat ini yang saya inginkan adalah HP. Tidak hadiah sembako ataupun jam tangan. Segeralah saya mengarang tentang Imlek.
"Imlek berasal dari kata 'melek'. Ini mengandung filosofi keinginan warga China untuk membuka matanya menatap dunia. Mata memang dari sananya sipit, tapi tak membuat ia menutup diri dari sekitarnya. Membaur adalah inti semua ini."
Saya menghela napas sebentar. Sebelah kiri saya ternyata bikin gambar Mao Zedong dan kanan membuat lukisan abstrak yang entah apa saya tak mengerti. Dua menit lagi sisa waktu. Saya melanjutkan:
"Imlek bukan berasal dari China Daratan melainkan Papua. Bukankah setiap Imlek ada simbol hewan dan itu emas! Pikiran saya, Papua lah yang punya gunung emas. Ini sebagai motivasi warga China untuk mengejar kekayaan segede gunung emas Papua."
'Kumpulkan!' seru sang panitia.
Ajaib, saya mendapatkan juara sekaligus HP. Luar biasa memang malam tahun baru Imlek kemarin.
Mari merapat di www.rumahdanie.blogspot.com
Awalnya saya mendapat penolakan karena tak sesuai dengan syarat di twitter yang diberikan panitia acara. Pun saya bersikukuh jika cadar sudah cukup menutupi wajah sebagai kerahasiaan. Berbekal duit yang saya sodorkan ke panitia, perselisihan di gerbang masuk perayaan Imlek berhenti. Mulut panitia berhasil saya bungkam dengan uang.
***
Ini perayaan Imlek pertama yang saya ikuti. Sebelum ke sini, saya sudah berpikir acara akan meriah dengan barongsai dan pertunjukkan khas China. Kesempatan Imlek akan saya manfaatkan menikmati kebudayaan Tionghoa yang baru akhir akhir ini muncul setelah Presiden Gus Dur memecah kebuntuan selama ini.
Apa yang saya dapatkan di dalam rumah perayaan Imlek? Kesunyian. Tidak ada hal hal bingar; musik Negeri Tirai Bambu tidak diperdengarkan, juga tarian gadis gadis bermata sipit tak dipertontonkan di sini. Senyap.
***
Panitia meminta para peserta pesta topeng untuk duduk di lantai. Bahu antar bahu menempel dan sebelah kanan saya perempuan berbadan besar dan kiri seorang lelaki kurus tinggi. Instruksi yang diberikan panitia berbusana hitam tentu dengan topeng bervolume lirih. Saya tak mampu mendengarkannya memaksa saya untuk diam saja.
Kertas dibagikan ke para peserta dan saya mendapatkan yang berwarna merah jambu. Pas sekali dengan kesukaan saya. Lalu pena dipinjamkan kepada kami. Saya memegang bolpoin Zebra. Pun ini hewan kesukaan saya yang mencerminkan ketangguhan karena setiap saat ia terlindas oleh kendaraan namun tak pernah mengeluh.
'Silakan Anda menulis apa itu Imlek. Apa saja yang Anda ketahui tentang Imlek!'
Salah satu panitia berbicara sama dengan yang tadi: suaranya kaya orang kehabisan duit di akhir bulan karena kalap berburu belanjaan berdiskon. Saya bingung di antara peserta lain yang telah sibuk menulis. Ruang acara yang tak ada simbol simbol China ini bagaikan menjerumuskan saya ke sebuah dimensi yang tak saya kenal. Sungguh saya sepi di kerumunan orang.
Saya hirup napas dalam dalam, menahannya barang lima detik, dan keluarkan perlahan lahan. Terus terang, saya tak tahu Imlek atau apapun budaya China. Dalam otak saya, China adalah dagang dan pelit. Tak ada yang lain.
Namun terbersit rasa kagum saya pada budaya China yang penuh filosofi, disiplin yang mereka terapkan ketat, dan kekeluargaan mereka yang solid. Akan tetapi, semua tertutup oleh rasa iri saya karena mereka yang bermata sipit sebagian besar kaya.
'Lima menit lagi dikumpulkan! Yang paling bagus tulisan tentang Imlek, Anda dapat hadiah HP android tipe terbaru!'
Ucapan panitia berasa nyaring di telinga saya. Jernih terdengar karena saat ini yang saya inginkan adalah HP. Tidak hadiah sembako ataupun jam tangan. Segeralah saya mengarang tentang Imlek.
"Imlek berasal dari kata 'melek'. Ini mengandung filosofi keinginan warga China untuk membuka matanya menatap dunia. Mata memang dari sananya sipit, tapi tak membuat ia menutup diri dari sekitarnya. Membaur adalah inti semua ini."
Saya menghela napas sebentar. Sebelah kiri saya ternyata bikin gambar Mao Zedong dan kanan membuat lukisan abstrak yang entah apa saya tak mengerti. Dua menit lagi sisa waktu. Saya melanjutkan:
"Imlek bukan berasal dari China Daratan melainkan Papua. Bukankah setiap Imlek ada simbol hewan dan itu emas! Pikiran saya, Papua lah yang punya gunung emas. Ini sebagai motivasi warga China untuk mengejar kekayaan segede gunung emas Papua."
'Kumpulkan!' seru sang panitia.
Ajaib, saya mendapatkan juara sekaligus HP. Luar biasa memang malam tahun baru Imlek kemarin.
Mari merapat di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment