INSIDEN KACA PT. KAI
Bisa dibilang, PT. KAI untuk yang sekarang bebal. Jajaran pengurusnya bertelinga tapi tak mendengar keluhan warga. Asyik dengan pembangunan multiproyeknya, mereka lupa jika mereka punya orang orang yang telah membesarkannya; asongan, tukang bersih WC, penyapu berbaju orange, penjaga parkir.
Saya tidak paham jika membangun atau menata stasiun musti berkonsep tembok tinggi, memisahkan stasiun dengan warga yang menggantungkan ekonomi padanya. Bayangan saya langsung meluncur ke 'Tembok Berlin' atau 'Permukiman Yahudi'. Sangat jauh menyamakannya. Tapi secara inti sama. PT. KAI mengurung diri, membuat ekslusif diri, dan membinasakan warga bawah. Ironis karena seolah komunikasi antar elit dan arus bawah tertahan.
Apa yang terjadi? Warga entah yang kecewa atau oknum lain meluapkan kekesalan mereka dengan tindakan brutal anarkis. Sudah berapa gerbong yang dilempar dengan batu hingga kacanya pecah dan penumpang kepalanya bocor? Saya melihat dengan mata kepala sendiri seorang ibu terkaing kaing menahan darah kepalanya. Pengin muntap, darah emosi meletup letup, tapi saya sadar jika sistem PT. KAI ialah zombie pemakan otak saudaranya sendiri.
Apa yang harus kita lakukan?
DIAM. Menerima keadaan. Karena kita orang Indonesia yang manut. Kita makhluk Allah yang jika terlalu cerewet, mulut kita disumpal bara api neraka. Kita tak punya kekuatan untuk sekadar mengingatkan pada elit PT. KAI "Pak, kasihani kami!' Kita orang kuat yang tak sudi mengucapkan itu. PT. KAI ialah dewa yang harus diberi waktu untuk bernegosiasi dengan investor China. Kita penyabar berusus ribuan meter.
Lalu, kita tinggal menunggu berita berita di koran: kepala penumpang kereta terpenggal!
Post a Comment