BABE BROTO
Saya tak ingin menjilat pada Babe Broto dengan tulisan ini. Karena saya tahu jilatan saya tak seperti para koki andal hotel berbintang lima yang mahir membikin menu masakan yang membuat jantung copot dan jatuh ke lantai berbunyi 'plok'. Tapi, sore tadi di acara syawalan keluarga DAC (Deaf Art Community), kelompok seni para tuli, saya tertohok mematikan oleh sosok Babe Broto.
'Panggilan hati saya berada di sini.'
Terus saya rekam kalimat itu. Babe Broto mengatakan berulang ulang pada siapa saja yang sudi mampir ke Sekolah Semangat Tuli. Bisa dimaknai seloroh, tapi bukti menunjukkan jika ia tidak main di zona ini. Mengapa saya sebut zona? Karena tak semua orang mau andil di dunia yang, yang dengan garis tebal, sangat riskan secara ekonomi. Zaman sekarang siapa yang mau dan nekat jadi perintis? Mendidik para tuli? Hanya orang orang berjiwa tulus dan bertekad menjadi besarlsh yang siap mengambil risiko seperti itu.
Telah terbukti jika anak anak didik Babe Broto tumbuh kepercayaan diri mereka, berkembang apik dengan talenta cemerlang mereka yang meletup letup. Dan seorang Babe Broto dengan sangat sadar menciptakan itu. Pun ia peka membentuk wadah yang asyik dan cair. Ini kunci pokok kedekatan antara dirinya dan anak anak tuli. Mereka bagai satu tubuh yang saling membutuhkan.
Saya mengabadikan momen saat Babe Broto memberi percakapan laiknya bapak dan anak anaknya lewat bahasa isyarat dan caharan yang saya yakin ia sengaja biar orang normal, saya salah satunya, untuk tahu. Babe Broto memancing naluri dan kepekaan orang orang di sekelilingnya. Menantang untuk beraksi melebihi dirinya.
Napas saya hela mencermati Babe Broto dan anak anak tuli berkomunikasi. Tak mampu berkata dan saya alihkan pandangan dan perbincangan dengan anak anak capoeira yang siap menyalurkan energi axe kegembiraan pada mereka. Babe Broto, terima kasih dan sambutlah kehadiran kami! Masukkan kami dalam lingkaran kreativitas Anda!
Post a Comment