Bukan Bambu Runcing, Tapi Bulu Angsa
Tahukah kamu jika satu bulu angsa ini kuambil dari peternakan ayahmu? Waktu itu aku bersama Angelo sahabatku mengendap endap, merangkak di lumpur di senja saat ayahmu pergi. Kami berdua, maafkan kami, menguping obrolanmu dengan ayahmu.
'Aku pergi sebentar! Jaga rumah jangan sampai anjing serigala makan angsa angsa kita!' Ayahmu berteriak. 'Kalau mereka datang, teriaklah sekencang kau mampu!'
Kami berdua langsung kabur, bersembunyi di rimbun pohon, menunggu dia jauh dari rumahmu. Sungguh, waktu itu kami ketakutan kalau kalau ayahmu menghajar Angelo dan aku.
'Ayo pulang, Dan!' rengek Angelo padaku.
Aku menjawab, 'Ambil satu bulu angsa dulu, kita pulang!'
Kau pengin tahu kenapa kami ambil bulu angsa dan tak bikin peternakan kacau? Angsa angsa bagaimana bisa tenang tak kabur?
Kami dapat PR dari guru Sejarah jika kau berkenan mau tahu. Guru kami itu bercerita panjang lebar tentang kejayaan Nusantara. Ia mengatakan jika bambu runcing membuat kita bebas dari penjajahan.
'Aku nggak percaya, Ngel!' bisikku pada Angelo teman sebangkuku.
'Sama. Bambu runcing buat masak eyangku.' Angelo berkata.
Kami terkekeh dan mendapat lemparan spidol guru kami dalam teriakannya: 'Diam atau nilai kalian merah!'
Lepas sekolah tadi kami berbincang sambil jalan balik ke rumah. Kami bersepakat penentu kemerdekaan negeri ini adalah bulu angsa.
'Bulu angsa akan bikin kita terbang, Ngel!' seruku.
'Angsa yang sosor musuh kita, Dan! Mereka minggat.' Angelo tak mau kalah. Ia bersemangat.
'Kita harus kasih bukti ke Pak Guru. Bukan bambu runcing, tapi bulu angsa!'
'Yap!'
Dan aku tak sempat menemuimu, Kawan. Aku dan Angelo buru buru pulang biar tidak kena marah ibu kami. Besok, setelah kami menemui ke pak guru Sejarah, kami berkunjung ke rumahmu. Kami akan bertemu. Kuharap kami berjabat tangan dengan ayahmu.
________________________
Sumber gambar; forresthills.co.uk
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment